TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) kuartal I 2024. LSPI memuat ikhtisar dan analisis kondisi perekonomian domestik hingga global, serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit atau pembiayaan, serta risiko yang dihadapi perbankan.
"Pada periode laporan, kondisi perekonomian global masih terpengaruh dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," kata Aman, dikutip Kamis, 8 Agustus 2024.
Dia mengatakan, kondisi tersebut sejalan dengan kondisi di beberapa negara yang masih cukup resilience. Utamanya di Amerika Serikat (AS) dan negara emerging markets. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) April 2024 memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 tumbuh sebesar 3,2 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Proyeksinya sedikit lebih tinggi dari perkiraan pada WEO Januari 2024 sebesar 3,1 persen yoy. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diproyeksikan tak berubah dari perkiraan sebelumnya di angka 3,2 persen yoy.
Aman menjelaskan, pergerakan dan kondisi pasar keuangan global pada kuartal I 2024 masih dipengaruhi oleh kuda-kuda kebijakan moneter bank sentral AS untuk mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama (high for longer). Hal ini sejalan dengan tingkat inflasi yang masih belum mencapai target meski mulai melandai. Kendati demikian, kata dia sejumlah faktor risiko perlu diperhatikan.
"Seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur tengah dan Ukraina, serta gangguan jalur perdagangan di laut merah yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan."
Badan Pusat Statistik sebelumnya melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2024 sebesar 5,11 persen yoy, meningkat dari 5,04 persen yoy pada kuartal IV-2023. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh masih kuatnya konsumsi domestik dan investasi, serta naiknya ekspor dan belanja pemerintah.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh investasi, sejalan berlanjutnya pembangunan infrastruktur pemerintah di berbagai wilayah. Kemudian, juga didorong oleh tumbuhnya pengeluaran pemerintah, seiring dengan kenaikan realisasi belanja barang terutama pada rangkaian Pemilu 2024.
Di samping itu, kata Aman ekonomi domestik yang tetap kuat juga tecermin pada indikator perbankan. Pertumbuhan kredit bank umum masih cukup baik, sebesar 12,4 persen yoy. Pertumbuhannya meningkat dari periode yang sama tahun lalu, 9,93 persen yoy.
"Pertumbuhan kredit tersebut dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang antara lain didorong oleh permintaan yang solid pada pertumbuhan konsumsi dan investasi serta pengeluaran pemerintah," kata Aman.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga masih tumbuh 7,44 persen yoy, meningkat dari 7 persen yoy pada tahun sebelumnya. Hal ini, kata Aman menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan. Kemudian, risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio kredit macet atau non-performing loan (NPL) gross yang turun menjadi sebesar 2,25 persen. Sementara itu, NPL net meningkat menjadi 0,77 persen.
"Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global," tutur Aman.
Sejalan dengan itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut, otoritasnya terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global. Tak ketinggalan, juga mencermati dampaknya terhadap ekonomi domestik dan perbankan Indonesia. Hal tersebut dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan agar mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia.
"OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian, profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat," katanya.
Pilihan Editor: Jokowi jadi Inspektur, Petugas Upacara 17 Agustus Bakal Glamping di IKN