TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM), Temmy Setya Permana, menyoroti adanya produk tekstil dan produk tekstil (TPT) impor yang masuk ke Indonesia secara ilegal.
Hal itu menurut dia dilihat dari adanya 50 persen nilai impor tak tercatat, artinya angka ekspor yang masuk dari Cina ke Indonesia tak seimbang dengan nilai angka impor barang dari Cina selama ini.
“Kami mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal, tidak tercatat. Dan ini kita lihat untuk beberapa pakaian ya, ada di pakaian jadi. Ini yang kami sinyalir dan sebetulnya akan mendistorsi pasar,” kata Temmy di Kantor KemenKop UKM, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2024.
Pelbagai barang masuk yang tak tercatat dan tanpa biaya itu, menurut Temmy, telah membuat harga produk impor tersebut jadi sangat murah. “Bagaimana mungkin produsen pakaian yang ada di daerah Cipadu sana, bisa bersaing dengan produk yang memang dijual saja di online itu sekitar Rp 3.500 atau Rp 10.000,” ujarnya.
Temmy menuturkan, situasi itu diperparah dengan adanya pakaian impor bekas dan ilegal. Fenomena enam pabrik tutup dengan jumlah PHK sekitar 11 ribu pekerja, menurut dia, jadi salah satu puncak gunung es dari permasalahan barang luar yang masuk ke Indonesia secara ilegal.
Kendati tercatat 64 juta UMKM di Indonesia menguasai sekitar 60 persen PDB, namun kebanyakan ada di usaha mikro. “Usaha mikro yang rata-rata mereka adalah subsistence. Yang artinya mereka berusaha hanya untuk bisa hidup 2-3 hari ke depan. Ini diperburuk lagi oleh masuknya produk-produk impor,” ujarnya.
Menurut Temmy, kegagalan sektor industri dalam menyiapkan lapangan pekerja formal, mengakibatkan jumlah usaha mikro makin membengkak karena kalau tak buka usaha, masyarakat tak tahu harus apa.
Sebab itu, pemerintah akan menciptakan lapangan pekerja yang berkualitas, pendekatan pekerja yang lebih baik dan lebih terampil, serta juga membangun ekonomi lokal.
“Kalau dampaknya sekarang seperti ini, industri kita tergerus, karena memang cost production kurang efisien saat ini, bahan bakunya masih tergantung oleh impor, mesin-mesinnya juga mesin yang sudah tua, jadi mau tidak mau dari sisi harga kita tidak bisa bersaing,” ujarnya.
Pilihan Editor: Zulhas akan Rekomendasikan BMAD Ubin Keramik ke Sri Mulyani, Besar Tarif Rata-Rata 40-50 Persen