TEMPO.CO, Jakarta - Napas industri tekstil dalam negeri terengah-engah dalam kurun beberapa waktu terakhir. Kondisi ini ditandai dengan banyaknya perusahaan tekstil gulung tikar maupun melakukan efisiensi. Akibatnya ratusan hingga ribuan pekerja terkena imbasnya. Mereka terpaksa mendapatkan pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Perusahaan tekstil teranyar yang menutup pabriknya adalah PT S. Dupantex di Pekalongan, Jawa Tengah. Pabrik tersebut berhenti beroperasi terhitung sejak 6 Juni 2024 lalu. Akibatnya, total sebanyak 700-an karyawan terkena PHK massal. Perusahaan tersebut menambah deretan pabrik tekstil yang melakukan efisiensi dan menutup bisnis sejak akhir 2023.
Selain PT S. Dupantex, perusahaan tekstil di Jawa Barat, PT Alenatex, juga mem-PHK sekitar 700-an karyawan akibat gulung tikar. Kemudian PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah, juga pailit dan memutus hubungan kerja terhadap sekitar 500 karyawan. Sebanyak 700 karyawan juga diberhentikan dari PT Pamor Spinning Mills, di Jawa Tengah lantaran bangkrut.
Perusahaan tekstil di Jawa Tengah PT Kusumaputra Santosa, juga dikabarkan bangkrut dan tercatat mem-PHK sekitar 400 orang. Yang terparah akibat bangkrutnya perusahaan tekstil ini adalah dirasakan oleh sedikitnya 8.000 karyawan di PT Sai Apparel. Pabrik di Jawa Tengah itu gulung tikar dan ribuan pekerjanya tersebut terpaksa diberhentikan.
Selain pemecatan karena bangkrut, PHK juga terjadi sebab efisiensi. Sejumlah perusahaan memberhentikan karyawan demi memangkas anggaran agar dapat bertahan. PHK antara lain menimpa 2.000-an karyawan PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, 400-an karyawan PT Bitratex di Semarang, 300-an karyawan PT Djohartex di Magelang, dan 100-an karyawan PT Pulomas di Bandung.
Selanjutnya: Penyebab industri tekstil bangkrut