TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat kelas bawah dan menengah disebut sedang mengalami fenomena “makan tabungan”. Pemerintah diharapkan bisa memiliki strategi untuk mengatasi kondisi terus terpuruknya kelas menengah ini. Presiden terpilih Prabowo Subianto diharap bisa mengambil kebijakan yang lebih mengutamakan pemulihan ekonomi dan tidak membebani kondisi kelas menengah dan bawah.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum. Pasangan ini akan menggantikan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Saat ini mereka sedang mempersiapkan transisi kekuasaan, termasuk dalam bidang ekonomi.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, berharap pemerintah menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen dan berikan stimulus ekonomi. “Kebijakan yang perlu diambil cepat pemerintah adalah memberikan stimulus ekonomi termasuk menunda kenaikan PPN dan pajak lainnya,” kata Achmad kepada Tempo, Jumat, 27 September 2024.
Achmad menilai, saat ini fenomena makan tabungan tidak hanya dialami oleh masyarakat kalangan bawah. Tekanan inflasi pada kebutuhan pokok dan energi yang dibarengi gelombang PHK di berbagai sektor, kata dia, juga membuat sebagian kelas menengah bergantung pada tabungan untuk bertahan hidup.
Menurutnya, stimulus ekonomi perlu dipertimbangkan agar konsumsi dan investasi kembali bergerak. Bahkan, ia menilai jika perlu ada bantuan langsung tunai dan bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak.
Di sisi lain, menurutnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat pemerintah perlu segera membuat program pelatihan dan pengembangan keterampilan. Hal itu dilakukan agar pekerja korban PHK dapat kembali bekerja. Pelatihan dapat dilakukan untuk mengalihkan keterampilan ke sektor yang sedang bertumbuh.
Selain itu, Achmad juga menyarankan pemerintah bisa mendorong penciptaan lapangan kerja baru lewat proyek infrastruktur yang berorientasi tenaga kerja lokal. Serta menyediakan kebijakan kredit berbunga rendah bagi masyarakat kelas bawah untuk meningkatkan daya beli mereka.
Seperti diketahui, 46 ribu kasus PHK yang terjadi hingga Agustus 2024. Mayoritas didominasi dari sektor manufaktur, seperti industri tekstil dan garmen. Laporan Koran Tempo edisi 3 Agustus 2024 mencatat setidaknya 13.800 pekerja di industri tekstil terkena PHK sejak awal 2024. Sebelumnya di tahun 2023 sendiri telah terjadi total 64 ribu kasus PHK.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sekitar 9,48 juta kelas menengah di Indonesia turun tingkat menjadi rentan miskin. Pada 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia sekitar 53,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total penduduk. Namun, pada 2024 jumlah itu menurun menjadi tinggal 47,85 juta atau tinggal 17,13 persen dari total penduduk. Berkurangnya kelas menengah itu bukan karena mereka naik kasta menjadi kelas atas atau kelompok orang kaya, namun justru berkurang karena mereka turun menjadi kelompok masyarakat miskin.
Sementara itu, masyarakat kelas menengah rentan juga melonjak. Jumlahnya dari 128,85 juta pada 2019 menjadi 137,50 juta pada 2024. Begitu pula dengan jumlah kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 54,97 juta orang atau 20,56 persen di 2019 menjadi 67,69 juta orang atau 24,23 persen dari total penduduk di 2024. Kondisi itu diikuti oleh bertambahnya jumlah kelompok miskin Indonesia.
Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan fenomena makan tabungan atau menggunakan simpanan di tengah daya beli yang tertekan masih berlanjut. Andry mengatakan indeks pengeluaran atau spending masyarakat kelas bawah masih cukup baik dan ada tren yang relatif meningkat. Namun yang dari sisi tabungan atau saving turun.
“Sekarang sudah mulai rebound (berbalik) tapi memang masih ada dalam periode makan tabungan,” ujarnya dalam agenda pemaparan Economic Outlook Bank Mandiri secara daring, Kamis, 26 September 2024.
Data penelitian dikumpulkan dari indeks tingkat belanja dan tabungan per individu. Di awal 2023, indeks simpanan masyarakat kelas bawah masih lebih tinggi dibanding pengeluarannya, namun hingga Juli 2024, angka pengeluaran mencapai 110,6 sementara tabungan hanya 47,9.
Ilona Estherina berkontribusi pada artikel ini
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api