Aprisindo mengambil data sampel impor alas kaki Indonesia dari Cina dengan menggunakan sumber data BPS. Data tersebut dibandingkan dengan data ekspor alas kaki Cina ke Indonesia menggunakan data ITC pada 2022. Hasilnya, Firman menuding adanya perbedaan data yang sangat tinggi. Namun, ia tak menyebutkan perbedaan data tersebut.
Akan tetapi, dia mengatakan data itu menunjukkan adanya potensi impor illegal pada alas kaki masuk kepasar Indonesia. Menurut Aprisindo, pada 2022 potensi angka impor illegal mencapai 160 persen dibanding impor yang tercatat di BPS.
Dalam 18 tahun terakhir puncak pertumbuhan impor illegal terjadi pada 2014 mencapai 190 persen dan 2022 mencapai 160 persen. Data tersebut juga, menurut dia, harus dibaca bahwa pemindahan impor dari post border ke border tidak mencegah impor illegal.
"Saya rasa kuncinya kembali pada penagakan hukum. Sebagus apapun sistemnya dibelakang system ada manusia yang mengoperasionalkan," kata dia. Dia menekankan adanya selisih data yang sudah berlangsung selama dekade ini, pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum.
Kejahatan kepabeanan, ujarnya, harus dimasukkan dalam kelompok Extraordinary Crime. Sehingga ada efek jera dan efek gentar bagi pelaku dan calon pelaku. Dia juga menilai pelaku impor ilegal bisa merusak tatanan ekonomi nasional, menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat, dan merusak mimpi generasi yang akan datang untuk bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan editor: Usut Dugaan Korupsi Impor Gula Kemendag, Kejagung Periksa Pejabat Kemenko Perekonomian