Di Indonesia sendiri, Donald menilai ada potensi untuk peralihan rokok itu. Mengingat perokok aktif di Indonesia juga masih relatif tinggi terutama di kalangan laki-laki.
Di Indonesia dapat ditelusuri bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab utama penyakit seperti kanker paru-paru, tetapi juga penyakit jantung, stroke dan lain sebagainya.
"Semua itu dapat dikurangi jika semakin banyak perokok Indonesia yang beralih ke alternatif lain apakah rokok elektronik atau produk lainnya," kata dia.
Namun memang di satu sisi, Donald mengakui, peralihan ini akan menjadi tantang bagi kebijakan publik. Terutama untuk membantu para perokok tanpa kemudian merugikan petani tembakau.
"Kita tidak bisa menyelesaikan masalah rokok tanpa menimbulkan gangguan, kita tahu ini adalah teknologi baru yang berpotensi mendisrupsi industri rokok," kata dia.
Hal ini kemudian menjadi tugas dari pemangku kebijakan untuk membantu semua pihak melakukan transisi. Baik dari segi petani tembakau dan perokok aktif itu sendiri.
Peserta asal Malaysia yang juga Royal Malaysian Customs Department Dato' Sri Subromaniam Tholasy dalam forum itu mengatakan berbagai kebijakan untuk mengurangi dampak buruk rokok antara satu negara dengan negara lain bisa berbeda.
"Misalnya ketika mengganti produk tembakau dengan rokok elektronik, atau melarang rokok elektronik yang bererar, itu perlu dikaji apa manfaatnya dan dampaknya dalam suatu periode," kata dia.
Pilihan Editor: Penerimaan Cukai Rokok 2023 Diprediksi Tak Capai Target, Ada Tiga Alasan