TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kenaikan harga BBM dan LPG non-subsidi akan menyulitkan pengusaha. Sebab, pengusaha hotel dan restoran masih berupaya mendongkrak pemulihan pasca-pandemi Covid-19.
“Bagaimanapun kenaikan energi akan memicu kenaikan harga barang. Kami juga pasti kena dampak operational cost-nya. Jadi memang situasinya cukup berat apalagi di tengah pariwisata yang masih dalam upaya pemulihan,” kata Maulana Yusran saat dihubungi Tempo, Selasa, 12 Juli 2022.
Tidak dapat dipungkiri, kata Maulana, kenaikan harga energi akan berpengaruh terhadap ongkos operasional. Menurut dia, kenaikan biaya operasional bakal mempersulit kondisi pelaku industri pariwisata yang belum pulih 100 persen. Kondisi ini juga akan berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM non-subsidi jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax Dex mengikuti harga keekonomian mulai 10 Juli. Pada saat yang sama, harga LPG non-subsidi ikut dikerek Rp 2.000 per kilogram. Kenaikan harga LPG ini berlaku setelah harga contract price Aramco (CPA) melambung.
Di sisi lain, pemerintah juga menerapkan aturan baru untuk perjalanan orang baik dalam negeri atau domestik maupun internasional mulai 17 Juli mendatang. Lantaran meningkatnya kasus Covid-19, pelaku perjalanan yang belum memperoleh vaksin dosis ketiga (booster) wajib menunjukkan hasil tes rapid Antigen atau RT-PCR.
Maulana mengatakan perubahan aturan perjalanan selama pandemi Covid-19--meski diterapkan di tengah kenaikan harga energi--tidak berdampak signifikan. Musababnya, syarat perjalanan anyar ini hanya diperketat untuk kelompok yang belum menerima vaksin komplet. “Kami tidak masalah karena itu hanya yang belum menerima booster. Kami justru mendukung agar masyarakat mendapatkan vaksin booster,” katanya.
Namun, yang menjadi kekhawatiran industri pariwisata adalah pemerintah kembali menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang ketat seperti 2020 lalu, yang membuat pengusaha hotel dan restoran mati suri. Saat harga bahan pokok dan energi naik, pengetatan ini bisa membuat minat pengunjung hotel dan restoran melorot.
“Kami tidak mengharapkan PPKM seperti 2020. Waktu itu ada kebijakan di mana anak-anak tidak boleh traveling atau masuk restoran. Itu yang menjadi masalah,” katanya.
Meski demikian, ia meyakini pemerintah bakal memberikan keleluasaan bagi anak di usia 6 tahun sepanjang didampingi orang tua atau pendamping dewasa yang memenuhi syarat. “Kalau bicara sekarang, dengan antisipasi memasukan vaksin booster untuk pelaku perjalanan baik luar maupun dalam negeri, itu tidak masalah,” kata Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu.
Baca juga: Pengunjung Pulau Komodo Dibatasi, Bagaimana Nasib Agen Travel?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini