TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang sembako Pasar Palmerah mengeluhkan kenaikan harga gula pasir dan sagu serta minyak kita yang hilang dari peredaran.
Hal ini disampaikan pasangan suami istri Coki 50 tahun dan Lena 35 tahun pemilik kios toko delapan di Pasar Palmerah. Awalnya, Coki menceritakan warungnya tidak menjual gula pasir karena mahal, kenaikan harga berlangsung bertahap sudah terjadi sejakseminggu sebelum Lebaran IdulFitri 2024.
"Saya enggak jual karena merek GP (curah) saja sudah sampai Rp 18.000 per kilogram. Sebelum lebaran seminggu sudah enggak jualan," kata Coki ditemui Tempo di warungnya pada Selasa, 30 April 2024.
Ciko dan istrinya memilih tidak menjual gula pasir karena terjadi penurunan pembelian yang cukup sigifikan. "Itu waktu lebaran saja pembelian untuk membuat kue juga turun," sahut Lena menimpali suaminya.
Lena dan Coki mengaku bingung kenaikan terjadi karena apa. "Enggak tahu karena apa, kalau saya sih cuma bilang permainan-permainan bandar," ujarnya.
Saat Coki masih menjual gula pasir, dia menyebut barang yang masuk hanya dari satu pemasok saja yang disebutnya Toko Diana. Jadi Coki membeli beberapa karung untuk dikemas dijual ecer. "Bilang ke pemerintah jangan terlalu mahal," ucap Coki.
Dia menyebut sebelumnya ada juga kunjungan dari DPR RI Komisi VII menanyakan soal persediaan dan harga bahan pokok. Tapi, Coki mengaku tidak tahu namanya. Kemudian, hari ini dia tahu Menteri Perdagangan datang mengecek harga bahan pokok di Pasar Palmerah, dia mengaku ingin menyampaikan keluhannya tapi belum sempat karena Zulhas hanya lewat saja.
Selain gula pasir, Coki mengatakan kenaikan yang tidak masuk akal adalah sagu. "Masak harga sebelumnya Rp 14.000 sekarang bisa Rp 18.000 per kilogram dan Rp 30.000 untuk kualitas bagus. Itu bertahap sebelum puasa atau 6 bulan lalu," ujarnya.