TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia melonjak untuk pengiriman Agustus. Minyak mentah berjangka Brent naik US$ 3,01 dolar atau 2,5 persen menjadi US$ 123,58 per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) Amerika untuk pengiriman Juli bertambah US$ 2,7 atau hampir 2,3 persen menjadi ditutup di US$ 122,11 dolar per barel. Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi yang tertinggi dalam 13 pekan terakhir.
Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi bensin Amerika yang terus meningkat, meski harga di SPBU mencapai rekor. Di pelbagai SPBU di banyak negara bagian, harga bensin sudah menembus di atas US$ 5.
Persediaan minyak mentah komersial di Amerika naik secara tak terduga minggu lalu. Namun pada saat yang sama, persediaan minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve (SPR) turun karena input penyuling naik ke level tertinggi sejak Januari 2020, menurut Badan Informasi Energi Amerika.
Saat stok bensin menurun menjadi 800 ribu barel, survei memperkirakan konsumsi akan naik 1,1 juta barel. “Penarikan bensin adalah sorotan dari laporan dengan pasar yang ketat di seluruh Amerika,” kata analis pasar energi dari CHS Hedging, Tony Headrick.
Peningkatan konsumsi minyak dunia itu juga menambah kekhawatiran terhadap ekspektasi permintaan di Cina. Pedagang minyak memperkirakan permintaan bahan bakar di Cina segera pulih karena pemerintah setempat bakal melonggarkan penguncian atau lockdown.
"Dengan pemulihan permintaan sebanyak 1 juta barel per hari di Cina dan peningkatan secara musiman di Amerika, penarikan SPR yang tercatat saat ini mungkin tidak cukup untuk menyeimbangkan pasar yang kekurangan pasokan secara signifikan," kata analis di EBW Analytics dalam sebuah catatan.
Badan Energi Internasional sudah memperingatkan bahwa Eropa, yang telah memberikan sanksi kepada Rusia setelah invasinya ke Ukraina, berpotensi menghadapi kekurangan energi pada musim dingin mendatang. Di sisi penawaran, para pedagang mencatat beberapa negara bakal menghadapi masalah pasokan energi.
ANTARA
Baca: Bos Bank Panin Beberkan Penyebab Tak Bagi Dividen Selama 17 Tahun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
