TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT Martina Berto Tbk. memutuskan untuk menjual aset untuk memperlancar modal kerja perseroan yang terhambat akibat menurunnya penjualan. Perusahaan membutuhkan tambahan likuiditas terutama untuk membayar utang kepada pemasok yang akan jatuh tempo.
Perseroan yang memiliki brand Sariayu ini juga tak lagi bisa menambah utang ke bank. Dengan tingginya bunga bank yang membebani arus kas, perusahaan berencana melakukan divestasi aset.
Selanjutnya, perusahaan menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Herman Meirizki dan Rekan untuk menilai secara independen atas kewajaran rencana transaksi material soal penjualan aset dengan harga transaksi material Rp 180 miliar.
Wakil Pemimpin KJPP Herman Meirizki dan Rekan, Herman Ruslim, menjelaskan, Martino Berto berencana mendivestasi aset berupa tanah seluas 94.352 meter persegi, bangunan seluas 4.839 meter persegi, mesin, perlengkapan bangunan, perlengkapan laboratorium, dan perlengkapan kantor.
Dalam penjelasannya ke Bursa Efek Indonesia, Rabu, 4 Agustus 2021, seluruh aset dan bangunan yang akan dilepas tersebut berlokasi di Desa Sukaresmi, Kecamatan Cikarang Selatan dan Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Adapun pihak yang menjadi pembeli adalah PT Kosmetika Global Indonesia (KGI). KGI adalah perusahaan di bidang perdagangan kosmetika seperti skincare.
Lalu bagaimana sebetulnya kondisi bisnis Martina Berto?
Hingga kuartal pertama tahun ini nilai penjualan netto Martina Berto mencapai Rp 50,1 miliar. Perusahaan juga mencatat rugi bersih Rp 23,6 miliar.