TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat impor senjata dan amunisi sepanjang Maret 2020 melonjak lebih dari 7.000 persen pada Maret 2020 menjadi US$ 187,1 juta. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan impor ini sebenarnya belanja rutin setiap tahunnya.
Di tahun 2019, misalnya, total impor senjata dan amunisi mencapai US$ 120,1 juta. Saat itu, impor tertinggi terjadi pada Desember 2019. “Jadi bulan impornya bergeser dari waktu ke waktu, sehingga kurang pas kalau membandingkan dengan posisi satu bulan,” kata Yunita di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Sebelumnya, BPS mencatat ada tiga kelompok barang konsumsi yang naik sepanjang Maret 2020. Ketiganya yaitu bawang putih, buah pir, serta senjata dan amunisi. Namun jika ditotal, jumlah hanya US$ 186,78 juta atau 1,4 persen dari total impor keseluruhan pada Maret 2020 yang mencapai US$ 13,35 miliar.
Selain itu, Yunita menyebut nilai impor senjata dan amunisi juga sebenarnya sangat rendah dibandingkan dengan impor lainnya. "Nilainya sangat rendah dibanding dengan HS lainnya," katanya.
Ia mencontohkan, dalam laporan BPS, nilai impor senjata memang masih lebih rendah dibandingkan produk lain. Sejumlah produk lain yang dimaksud seperti mesin dan perlengkapan elektronik yang mencapai US$ 1,6 miliar, hingga logam mulia, perhiasan, dan permata yang sebesar US$ 246 juta.
Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak membenarkan pernyataan BPS. “Mekanisme belanja senjata kan membutuhkan rentang waktu yang panjang,” kata Dahnil saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Jika dilihat lebih luas, tren impor senjata dan amunisi sebenarnya mengalami penurunan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Tahun 2015, Kementerian Perdagangan mencatat impor senjata dan amunisi dengan kode HS 93 ini mencapai US$ 291,8 juta. Tahun berikutnya, 2016, melonjak hampir dua kali lipat menjadi US$ 558,3 juta.
Setelah itu, barulah berturut-turut impor senjata dan amunisi menurun. us$ 414,1 juta pada 2017, US$ 313,7 juta pada 2018, dan US$ 138 juta pada 2020 atau sedikit berbeda dengan data impor yang disampaikan Yunita. Sehingga sejak 2016, impor senjata sudah turun 75 persen, sebelum akhirnya mulai naik lagi pada 2020 ini.