TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemerintah akan mengelola dengan baik agar defisit perdagangan dapat diantisipasi.
"Ini harusnya sih kita bisa kerja sama dengan baik antara fiskal dan moneter harusnya bisa sinergi dengan baik," ujar Febrio saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Rabu, 24 April 2024.
Ihwal potensi melebarnya defisit perdagangan akibat memanasnya konflik di Timur Tengah, menurut Febrio, masih terlalu dini untuk melihatnya. Ia menilai yang harus diutamakan saat ini adalah pengelolaan risiko yang baik.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Indonesia kembali surplus pada Maret 2024 hingga US$ 4,47 miliar. Capaian perdagangan Maret tersebut membuat surplus bertahan selama 47 bulan berturut-turut.
Surplus pada Maret 2024 lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan bulan lalu (Februari 2024) dan bulan yang sama (Maret) pada 2023. Nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 sendiri mencapai US$ 22,43 miliar. Angka ini naik 16,40 persen secara bulanan. Namun secara secara tahunan nilai ekspor turun 4,19 persen.
Di sisi lain nilai impor pada Maret 2024 mencapai US$17,96 miliar. Angka ini turun, baik secara bulanan maupun tahunan masing-masing sebesar 2,60 persen dan 12,76 persen. Penyumbang utama penurunan nilai impor secara bulanan dan tahunan adalah penurunan nilai impor barang modal.
BPS mengingatkan perdagangan barang global akan tumbuh dinamis mengikuti situasi geopolitik global. BPS mencatat secara rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang Maret 2024 relatif lebih lemah dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sepanjang Maret 2024, nilai tukar rupiah Rp 15.711 per dolar Amerika Serikat. Angka ini lebih lemah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu Rp 15.660 per dolar Amerika Serikat.
Pilihan Editor: Syarat IPK 3,5 Rekrutmen KAI untuk Manajemen Trainee, Gaji 25-35 Juta kalau Sudah Manajer