TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tengah berupaya mengurangi ketergantungan impor. Hal tersebut dilakukan bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu.
"Kami melakukan perumusan terhadap kebutuhan masing-masing industri itu. Tujuannya tentu saja dalam jangka menengah panjang, kami bisa mengurangi ketergantungan impor dan mendukung kenaikan ekspor," kata Sri Mulyani saat ditemui di kantor Ditjen Pajak, Rabu, 11 Juli 2018.
BACA: Sri Mulyani: Pemerintah Petakan Sektor Terdampak Perang Dagang
Sri Mulyani juga melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia(LPEI)-Indonesia Eximbank (IEB) untuk turut serta membantu pendanaan, dari sisi jaminan maupun berbagai hal teknis bagi para eksportir.
Saat ini, Sri Mulyani sedang merespons apa yang disampaikan kementerian-kementerian teknis, terutama Kementerian Perindustrian. Menurut Sri Mulyani masing-masing industri memiliki persoalan yang berbeda-beda.
Adapun industri yang Sri Mulyani sebutkan yaitu makanan minuman, karet, tekstil, dan industri yang berhubungan dengan barang elektronik. Menurut Sri Mulyani ada yang sifatnya masih berupa bahan baku (raw material) mau membuat hilirisasi, maka membutuhkan respons kebijakan yang berbeda dengan yang selama ini mengimpor bahan baku atau bahan antara atau barang modalnya untuk tujuan ekspor mereka.
Pada 25 Juni 2018, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat neraca perdagangan pada Mei 2018 kembali mengalami defisit sebesar US$ 1,52 miliar. Naiknya harga minyak dunia membuat impor minyak dan gas semakin meningkat sehingga membuat neraca perdagangan kembali tertekan.
"Impor melonjak tinggi karena kenaikan harga minyak dan gas, padahal ekspor sih sudah lumayan baik," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya. "Harga minyak dunia naik membuat impor melonjak tajam."
BACA: Sri Mulyani Yakin Penerimaan Negara Rp 8 Triliun Lebih Tinggi
BPS mencatat nilai impor Indonesia selama Mei 2018 mencapai US$ 17,64 miliar atau meningkat 9,17 persen dibandingkan dengan April 2018. Komposisi kenaikan terbesar memang disumbang oleh impor migas yang naik hingga 20,95 persen atau jauh melampaui kenaikan impor non migas sebesar 7,19 persen.
Mei 2018 ini, nilai impor non migas berada di angka US$ 14,82 miliar. Sementara, nilai ekspor tumbuh lebih rendah yaitu US$ 16,12 miliar atau meningkat 10,90 persen dibanding April 2018. Performa ekspor masih cukup lebih baik karena sektor non migas menyumbang pertumbuhan yang lebih tinggi sebesar 28,8 persen. Sementara ekspor migas tumbuh 9,25 persen. "Jadi kami melihat ekspor bulan Mei ini cukup mengembirakan," ujar Suhariyanto.
Baca berita lainnya mengenai Sri Mulyani di Tempo.co.