TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri sekaligus pemilik perusahaan perdagangan dalam jaringan (e-commerce) Bukalapak, Achmad Zaky, membuka rahasia saat merintis bisnisnya. Hal itu diungkapkan Achmad Zaky dalam acara Supermentor di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu malam, 14 April 2018.
Pria asal Sragen itu menceritakan pengalamannya membangun bisnis e-commerce nasional yang membawa perubahan bagi banyak orang. Bisnis berbasis teknologi Internet tersebut ia bangun bersama rekan indekosnya semasa kuliah di ITB pada 2010.
"Setelah ngetag domain Bukalapak, saya coba ajak teman kuliah gabung, tidak ada yang mau. Cuma teman kosan yang mau. Setelah satu tahun, bisnis ini terus tumbuh," katanya.
Dari banyak keberhasilannya memenangi berbagai lomba berkaitan dengan IT, Zaky pernah mengalami kegagalan saat membangun bisnis pertamanya, yakni jualan mi ayam di kampus ITB. "Saya jualan mi ayam, semua uang hasil menang lomba tersedot ke sana, lalu bangkrut," katanya.
Baca juga: Di Depan Bos IMF, CEO Bukalapak Sebut Kriteria Karyawan Ideal
Ia mengatakan bisnis itu penuh kegagalan, dan tanpa disadari budaya di Indonesia yang ditanamkan oleh orang tua dulu adalah seorang anak harus sukses membangun usaha sehingga banyak yang takut gagal dan tidak berani menghadapi kegagalan.
Bagi Zaky menjadi pebisnis tidak boleh hanya mengharap enaknya. Namun meresapi kegagalan sebagai pelajaran yang paling efektif untuk melatih jiwa bisnis lebih baik lagi. "Belajar di perkuliahan itu cuma teorinya, beda dengan belajar praktik. Sama kegagalan ini langsung terpatri di kepala kita, bahwa tidak boleh gagal lagi," katanya.
Untuk membangun bisnis Bukalapak dari nol sampai berpendapatan Rp 13 triliun, Zaky melanjutkan, dia harus melewati kegagalan-kegagalan kecil untuk bisa menang seperti saat ini.
Menurut dia, dengan kegagalan akan menjadi tahu, dan tidak akan mengulangi kegagalan yang sama. Seorang pebisnis juga harus mau belajar. Ia harus merasa bodoh agar mendapat ilmu dari orang-orang lain yang jauh lebih pintar.
"Kebanyakan kita merasa paling pintar, padahal yang dipekerjakan itu adalah orang-orang yang jauh lebih pintar," kata penerima Penghargaan Satyalencana Wira Karya dari pemerintah Indonesia tersebut.
ANTARA