TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali mengalami defisit tahun ini. Namun BPJS berjanji tidak akan mengurangi mutu layanan kepada masyarakat.
Baca juga: Tunggakan Iuran Rp 3,4 triliun, BPJS Ancam Beri Sanksi Peserta
"Opsinya kan ada tiga, yaitu penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat, atau tambahan dana. Nah, penyesuaian manfaat tidak dilakukan," kata Staf Ahli Direksi Bidang Komunikasi dan Partisipasi Masyarakat BPJS Kesehatan Irfan Humaidi dalam acara Kongkow Bisnis Pas FM di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2017.
Pada 2014, laporan keuangan BPJS Kesehatan defisit Rp 3,3 triliun. Tahun berikutnya defisit menjadi Rp 5,7 triliun, pada 2016 menjadi Rp 9,7 triliun, dan pada semester satu 2017 mencapai Rp 5 triliun.
Irfan mengatakan, secara akuntansi, laporan keuangan BPJS Kesehatan terlihat negatif, tapi secara cash flow tidak seperti itu. "Karena ada biaya yang tidak keluar secara cash flow, contoh cadangan teknis. Kita cadangkan sebagai biaya pengurang dari pendapatan," ujarnya.
"Kalau tahun 2016 itu ada dua opsi yang diambil, opsinya penyesuaian iuran, tapi belum sesuai dengan perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional), dan opsi tambahan dana," ucapnya.
Pada 2017, BPJS tidak mengambil opsi pertama. Sebab, menurut pemerintah, iuran tidak perlu dinaikkan, tapi komitmennya, jika terjadi miss match anggaran, pemerintah siap menutupi. "Ini merupakan amanat dari undang-undang yang ada," tuturnya.
Irfan berujar, dari 2014 sampai 2016, total pemanfaatan BPJS Kesehatan lebih dari 400 juta kunjungan dari rawat jalan tingkat pertama hingga rawat inap tingkat lanjutan. Biaya 2016 sebesar Rp 67 triliun, pada 2015 Rp 57,08 triliun, dan tahun 2014 Rp 42 triliun.