TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian, Khudori, menyebut peluang hilirisasi di sektor agrikultur atau hilirisasi agro sangat besar. Menurut Khudori, hilirisasi agro secara keseluruhan bisa meniru hilirisasi sawit. Khudori menilai hilirisasi sawit Indonesia sudah cukup baik, meskipun pendalaman di hilir sawit masih kalah dari Malaysia.
“Dibandingkan komoditas lain, (hilirisasi) sawit relatif maju,” ujar Khudori ketika dihubungi pada Sabtu, 02 November 2024.
Khudori menilai, ada banyak produk hilir dari sawit yang bernilai tambah tinggi yang bisa dikembangkan. Demikian pula untuk kelapa, sagu, rumput laut, padi, jagung dan produk agrikultur lainnya. Bila digunakan dengan baik, kata Khudori, hal ini bisa membuat Indonesia mendapatkan pendapatan yang cukup tinggi dari sektor agrikultur. “Ada peluang kita jadi negara berpendapatan tinggi dari sektor agro,” ucapnya.
Namun menurut Khudori, selama ini Indonesia puas dengan hanya menjadi penghasil dan menjual dalam bentuk mentah. Justru, negara lain yang mengolahnya produk atau barang setengah jadi tersebut. Padahal produk mentah harganya tidak stabil. Sebaliknya, produk jadi atau setengah jadi relatif stabil dan harganya cenderung naik terus. “Mereka yang mendapat nilai tambah, kita hanya dapat remah-remah,” kata Khudori.
Oleh karena itu, menurut Khudori, perlu ada pembenahan secara menyeluruh terkait industri agrikultur, termasuk juga sawit. Hal ini penting untuk memastikan hilirisasi yang akan dilakukan nantinya dapat berjalan dengan baik. Ia menilai, hilirisasi hanya akan berjalan dengan baik jika hulu dan hilir bisa padu.“Itu bagian dari yang harus dibenahi secara menyeluruh. Hilirisasi gak akan jalan dengan baik kalau soal di hulu (tidak berjalan baik),” ucapnya.
Presiden Prabowo Subianto berencana menjalankan program penghiliran atau hilirisasi terhadap 26 komoditas. Berbeda dengan Jokowi, hilirisasi Prabowo, disebut bakal dilakukan dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan inklusif. Selain itu, Prabowo Subianto akan memperkuat penghiliran di sektor kelautan, pertanian, dan kehutanan.
Untuk hilirisasi di sektor agro, Prabowo bakal berfokus pada peningkatan diversifikasi kelapa sawit serta olahan kakao. Hal itu karena Pemerintah menilai angka besaran (magnitude) ekonomi berbasis kelapa sawit bisa memberikan kontribusi hingga Rp775 triliun pada akhir tahun 2024.
Ke depan, hilirisasi industri kelapa sawit diupayakan untuk menghasilkan produk turunan berupa pangan (oleofood), nonpangan (oleochemical), bahan bakar terbarukan (biofuel), hingga material baru ramah lingkungan (biomaterial). Sementara pengembangan produk hilir minyak sawit diarahkan ke produk yang memiliki produk unggulan, seperti detergen cair, kosmetik, cat, serta farmasi yang mampu menghasilkan nilai tambah hingga 580 persen.
Selanjutnya untuk komoditas kakao, industri pengolahan sektor tersebut digadang-gadang bakal menjadi salah satu penunjang daya beli masyarakat sekaligus mendorong kesejahteraan para petani di sektor ini. Hal itu karena dari pengolahan kakao menjadi cokelat artisan bisa meningkatkan nilai tambah 6--10 kali lipat, bahkan, apabila diolah menjadi produk farmasi seperti suppositoria, nilai tambah ekonomi yang didapat mencapai 36 kali lipat.
Sedangkan di sektor maritim, salah satu komoditas yang potensial untuk dikembangkan di Pemerintahan Presiden Prabowo, yakni rumput laut. Pada tahun 2023, Indonesia tercatat sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia dengan total produksi mencapai 10,7 juta ton. Melalui kebijakan hilirisasi, Presiden Prabowo menaruh harapan besar Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 8 persen.
ANTARA berkontribusi dalam laporan ini.
Pilihan editor: Kunjungan Kerja Gibran Rakabuming di Solo, Tinjau Proyek Dana Hibah UEA 2024