TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada Kamis, 7 September 2017, dibuka naik sembilan poin menjadi Rp 13.324 per dolar Amerika Serikat.
"Dolar Amerika melemah seiring dengan aksi jual pelaku pasar, yang merespons negatif sikap dovish pejabat The Fed, menjadi faktor yang menopang mata uang rupiah," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra.
Ia mengatakan pejabat The Federal Reserve dari negara bagian Dallas menyatakan kenaikan suku bunga akan merugikan ekonomi Amerika Serikat, sedangkan Ketua The Fed Minneapolis menyebut kenaikan suku bunga harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ariston menambahkan, harga minyak dunia yang stabil turut menopang nilai mata uang berbasis komoditas seperti rupiah. Harga minyak jenis WTI Crude berada di level US$ 49,08 per barel dan Brent Crude di posisi US$ 54,11 per barel.
Baca: Rupiah Menguat Tipis
"Selain faktor kenaikan harga minyak, situasi geopolitik Korea yang masih panas turut memicu aksi jual dolar Amerika," kata Ariston.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan pernyataan The Fed bahwa laju inflasi Amerika Serikat yang masih tertahan juga turut membuat aset-aset berdenominasi dolar Amerika menjadi kurang menarik untuk diakumulasi.
"Inflasi Amerika yang tertahan akan membuat The Fed semakin ragu menaikkan suku bunganya. Di sisi lain, permintaan atas mata uang hard currency yang bersifat safe haven selain dolar Amerika turut berimbas cukup negatif pada dolar Amerika tapi berdampak positif pada rupiah," katanya.
ANTARA