TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan defisit transaksi berjalan pada triwulan IV 2016, menjadi US$ 1,8 miliar atau 0,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar US$ 4,7 miliar atau 1,9 persen dari PDB.
Penurunan itu sejalan dengan perbaikan perekonomian dunia dan Indonesia. "Ini ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 10 Februari 2017.
Baca: BI: Utang Luar Negeri Didominasi Sektor Swasta
Tirta mengatakan surplus neraca perdagangan barang meningkat didorong oleh peningkatan ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas global. Sedangkan, defisit neraca pendapatan primer menurun mengikuti jadwal pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah.
Menurut Tirta, kinerja transaksi berjalan triwulan IV 2016 juga lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama di 2015 yang mencatat defisit sebesar US$ 4,7 miliar atau 2,2 persen dari PDB. "Hal ini karena meningkatnya surplus neraca perdagangan barang dan menurunnya defisit neraca perdagangan jasa," katanya.
Baca: Triwulan II, Utang Luar Negeri Capai Rp 4.281 Triliun
Selanjutnya, transaksi modal dan finansial juga mencatat surplus yang cukup besar dan melampaui defisit transaksi berjalan. Tirta menjelaskan surplus transaksi modal dan finansial sebesar US$ 6,8 miliar, utamanya bersumber dari surplus investasi lainnya sejalan dengan berlanjutnya repatriasi dana tax amnesty.
Namun, surplus itu kata dia lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan III 2016. Penyebabnya adalah defisit investasi portofolio sebagai dampak keluarnya dana asing dari saham domestik dan Surat Utang Negara (SUN) rupiah pasca pengumuman Pemilu Presiden AS. "surplus investasi langsung yang juga lebih rendah karena dipengaruhi outflow di sektor pertambangan."
GHOIDA RAHMAH