TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak kelapa sawit atau CPO diperkirakan mencapai puncaknya pada Februari 2017 di level 3.400 ringgit per ton, seiring dengan masalah cuaca yang membatasi pasokan.
Senior Analis dari Binaartha Securities Reza Priyambada mengatakan, pada penutupan perdagangan Bursa Malaysia Selasa kemarin, harga CPO kontrak April 2017 naik 1,58 persen menuju 3.159 ringgit atau US$ 708,53 per per ton.
Baca : Menteri Susi: Pemerintah akan Bangun Konglomerasi Pribumi
"Ini menunjukkan pertumbuhan 3,24 persen sepanjang tahun berjalan," kata Reza Priyambada dalam pesan tertulisnya, Selasa, 19 Januari 2017.
Reza menambahkan, perkiraan kenaikan harga CPO ini bahkan sudah mulai memberikan sentimen pada beberapa saham di sektor CPO. Seperti PT Gozco Plantations Tbk (GZCO), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), dan PT Eagle Hight Plantations Tbk (BWPT) yang terlihat mengalami kenaikan yang cukup besar ketika data tersebut keluar.
"Saham-saham seperti GZCO, SSMS, dan BWPT yang saat ini sudah mulai breakout dari resistennya dan diharapkan dapat terus menguat," ucap Reza.
Baca : Yuk, Intip Proses Pencetakan Uang Rupiah Baru di Peruri
Sementara itu, saham PT Astra Agro Lestari (AALI) saat ini masih mencoba untuk menguji resisten terdekatnya yang masih tertahan di bawah Rp 17.000. Berdasarkan pantauan Tempo di Yahoo Finance, pada pukul 14.17 WIB, saham AALI berada di harga Rp 16.500, turun 125 poin atau 0,75 persen, dari penutupan kemarin Rp 16.625.
Selain itu ada saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) juga menikmati adanya kenaikan harga CPO ini. Perusahaan yang mendapat kontribusi besar dari pengolahan CPO ini juga berencana memperbesar lini bisnis biodiesel. "TBLA juga telah mendapatkan kontrak suplai ke Pertamina sebanyak 66.000 kiloliter," tutur Reza.
Baca : Produksi Ikan Tangkap Turun Hingga 50 Persen
Adapun untuk aksi korporasi, SSMS berencana menambah area tanam hingga 150 hektare dengan cara organik maupun anorganik (akuisisi). Selain itu, perseroan juga berencana menambah tujuan ekspor. "Saat ini, 30 persen dari produksi diekspor ke India serta sedang menjajaki pasar di Pakistan dan Bangladesh," ucapnya.
Indonesia, sebagai produsen terbesar CPO di dunia selain Malaysia, akan menambah jumlah konsumsi biodieselnya. Hal ini akan memberikan dorongan terhadap saham-saham di sektor CPO tersebut.
Tahun lalu, harga CPO bertumbuh 25 persen. Efek el nino yang berlangsung sejak tahun lalu masih akan terasa di Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen CPO terbesar di dunia, sampai paruh pertama 2017.
Keduanya menyumbang 85,4 persen produksi global pada 2015. Peluang kenaikan harga komoditi CPO masih terbuka seiring dengan masalah cuaca yg menekan produksi Malaysia dan akan mencapai puncaknya pada kuartal pertama 2017.
Tingkat produksi CPO diperkirakan akan menurun tajam pada kuartal pertama di Malaysia, serta antara kuartal kedua dan ketiga di Indonesia. Mengetatnya pasokan dan terbatasnya persediaan akan menopang penguatan harga setidaknya pada kuartal pertama.
Harga CPO bisa mencapai 3.400 ringgit per ton pada bulan depan, dan rerata harga di kuartal I/2017 senilai 3.200 ringgit per ton. Selain permasalahan pasokan, penguatan harga pada triwulan pertama juga didukung kenaikan permintaan ekspor.
DESTRIANITA