TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Tim Nasional Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Wijayanto Samirin, mengatakan Indonesia harus memiliki mentalitas superpower dalam mengelola nikel. Pasalnya, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia tetapi belum bisa mengatur harganya.
"Harga nikel lebih berfluktuasi dan menunjukkan tren penurunan lebih dramatis ketimbang komoditas lain," kata Wijayanto dalam diskusi 'Dilema Hilirisasi Tambang: Dibatasi atau Diperluas?' yang disiarkan langsung di kanal YouTube Katadata Indonesia, Kamis, 25 Januari 2024.
Dengan penguasan hampir 50 persen produksi nikel yang melimpah, Wijayanto mengatakan masa depan, dinamika, dan perkembangan harga nikel ada di tangan Indonesia. Hal ini sama halnya dengan produksi crude palm oil (CPO) yang dikuasai Indonesia hingga 60 persen.
Oleh karena itu, untuk mengendalikan harga, Indonesia mesti berhati-hati dalam memproduksi nikel agar tidak oversupply. Sebab, kata dia, oversupply hanya memberi keuntungan jangka pendek. Namun, rugi dalam jangka panjang.
Ia mengatakan, sepanjang 2015-2022 ketika konsumsi nikel dunia naik 1,1 juta ton, produksi Indonesia malah naik 1,47 juta ton. Akibatnya, Indonesia turut membuat harga nikel anjlok karena produksinya lebih tinggi ketimbang permintaan.
"Jadi, mentalitas sebagai superpower harus kita miliki. Berpikir strategis jauh ke depan," ujar dia. "Jangan sampai aji mumpung, cepat-cepat ngeduk, mengekspor, industri rusak."