TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global pada 2016 akan mencapai US$600/metrik ton pada kuartal pertama.
Namun, Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menggarisbawahi bahwa sampai saat ini kecenderungan harga CPO dunia masih menurun. "Banyak spekulasi berkembang penyebab utama dari harga yang sulit terkerek disebabkan jatuhnya harga minyak mentah dunia yang saat ini sudah menyentuh level US$30/barel," paparnya, Rabu 20 Januari 2016.
Fadhil melanjutkan harga minyak yang jatuh sedemikian rendah tentunya membawa implikasi kepada politik, industri dan perusahaan. Dalam keadaan demikian pemerintah sudah sepatutnya untuk meninjau kembali orientasi kebijakan ekonomi makro, apakah subsidi biodiesel masih relevan atau justru sebaliknya meningkatkan ekspor minyak sawit untuk meningkatkan devisa sehingga memperkuat posisi Indonesia.
Secara garis besar, Gapki memetakan tantangan industri kelapa sawit pada tahun ini ke dalam 4 kelompok. Pertama, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit diharapkan segera merealisasikan program kerjanya untuk membantu riset dan penanaman ulang kebun rakyat.
Kedua,Gapki mendukung pemerintah membentuk badan restorasi gambut. Badan yang dibentuk ini harus fokus melakukan rehabilitasi gambut yang rusak terutama di kawasan hutan danopen access.
Sementara itu, kepada perusahaan diberikan kewenangan untuk mengelola gambut lebih baik. Gapki juga mendorong Badan Restorasi Gambut bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk sektor usaha pemegang konsesi.
Ketiga, inisiatif DPR untuk membuat Undang-Undang Perkelapawitan menjadi kekhawatiran industri untuk mengadakan komunikasi dengan kementerian dan DPR supaya menghasilkan undang-undang yang menciptakan iklim industri yang baik bagi petani maupun pengusaha.
Keempat, meningkatkan kerja sama dengan negara-negara pengimpor minyak sawit seperti India, China, Pakistan dan negara-negara Eropa.