TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengurangan kuota bahan bakar minyak bersubsidi pada 2012 dipastikan bakal menambah tekanan kepada inflasi sekitar 0,5-0,6 persen. “Ini harus diperhatikan,” ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo kemarin.
Kemarin, semua fraksi di Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat sepakat memangkas kuota bahan bakar bersubsidi dari 40 juta kiloliter menjadi 37,8 juta kiloliter untuk tahun depan. Padahal angka 40 juta kiloliter adalah hasil pembahasan pemerintah dan Komisi Energi.
Agus meminta agar selisih 2,2 juta kiloliter atau senilai Rp 4-6 triliun dimasukkan dalam dana cadangan risiko fiskal. Menurut dia, pengurangan kuota bahan bakar bersubsidi sangat berat karena kebutuhan riil sebanyak 43,7 juta kiloliter.
“Sebanyak 40 juta kiloliter saja sudah menunjukkan adanya upaya menurunkan.”
Menurut Agus, cadangan risiko fiskal adalah dana untuk berjaga-jaga jika kuota bahan bakar membengkak pada tahun depan dari kuota 37,8 juta kiloliter. Pemerintah mengasumsikan dana cadangan fiskal setelah ditambah selisih kuota bahan bakar sekitar Rp 15 triliun.
Ketua Badan Anggaran Melchias Markus Mekeng mengatakan pembahasan di Komisi tidak menentukan kesimpulan akhir. “Rapat di komisi itu sebagai referensi saja,” ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memperkirakan pengurangan kuota bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi. “Kami sedang menyiapkan antisipasi dengan cadangan risiko,” ujarnya. Penurunan kuota bakal membuat pemerintah menerapkan pembatasan pemakaian bahan bakar bersubsidi, terutama di Pulau Jawa dan Bali.
Namun menyangkut besaran subsidi, Badan Anggaran belum memutuskan angkanya. Alasannya, pemerintah sampai saat ini tidak jelas dalam menerapkan kebijakan pengurangan subsidi.
"Mereka mengatakan exercise bulan April, tapi kami mau sekarang juga dikemukakan seperti apa caranya," kata Dolfie Othniel Fredric Palit dari Fraksi PDI Perjuangan.
Menurut dia, pembahasan anggaran antara pemerintah dan Dewan belum masuk pada postur belanja. Kesepakatan yang dicapai baru pada asumsi makro pertumbuhan ekonomi, tambahan pendapatan, inflasi, serta pengurangan pengangguran dan kemiskinan.
Dewan, kata Dolfie, meminta pemerintah merumuskan kebijakan pengurangan subsidi yang tidak tepat sasaran. Sebab, hampir 25 persen subsidi dinikmati masyarakat mampu dengan total subsidi mencapai Rp 39 triliun. Sedangkan masyarakat miskin hanya menikmati subsidi sekitar Rp 7 triliun. "Kami hanya meminta skemanya karena berbagai aturan yang diterapkan pemerintah tidak juga berjalan."
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012, subsidi bahan bakar berkurang menjadi Rp 123,6 triliun dari Rp 129,7 triliun pada tahun ini. Pengurangan subsidi juga diikuti oleh penurunan kuota dari 40,04 juta kiloliter menjadi 40 juta kiloliter. Sedangkan untuk subsidi listrik, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 45 triliun.
AKBAR TRI KURNIAWAN | ALWAN RIDHA R