"Ya tentu saja kami siap untuk membuat business plan baru," ujar Direktur Utama Merpati Sardjono Jhony Tjitrokusumo melalui pesan singkat kepada Tempo, hari ini (23/8).
Sebelumnya, direktur yang baru dilantik Mei lalu ini meminta agar sub loan agreement (SLA) atau penerusan pinjaman luar negeri Merpati senilai lebih dari Rp 2 triliun dialihkan menjadi modal melalui penanaman modal pemerintah. Permintaan ini dirasa penting karena direksi Merpati tengah berupaya menggenjot kinerja perusahaan aviasi pelat merah ini.
Menurut dia, direksi masih harus bertemu untuk mendiskusikan rencana bisnis baru Merpati. Karena itu, dia belum bisa menyampaikan gambaran terobosan bisnis perusahaannya. "Saya belum bisa menyampaikannya karena baru tahu."
Sardjono sedang berada di Cina dalam rangka negosiasi kontrak pembelian 13 pesawat Xian MA-60. Dua pesawat telah didatangkan ke Indonesia tahun lalu. Agustus ini, Merpati kembali akan mendatangkan empat pesawat tersebut ke Indonesia. Sisanya akan menyusul pada akhir tahun 2010 dan tahun depan. "Kontraknya sudah tidak ada kendala," kata dia.
SLA yang didapatkan Merpati berasal dari pinjaman pemerintah Cina sebagai kompensasi keikutsertaan negara tersebut dalam proyek pengembangan pembangkit listrik 10 ribu megawatt.
Kemarin, anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Maruarar Sirait meminta Merpati menyusun business plan baru agar Dewan bisa menyetujui permintaan pengalihan SLA menjadi PMN. Menurut Maruarar, Badan Anggaran DPR harus memiliki latar belakang yang kuat untuk menyetujui permintaan bernilai triliunan rupiah tersebut. "Kami harus betul-betul yakin agar dana pinjaman luar negeri tersebut bisa untuk restrukturisasi jangka panjang Merpati," kata Maruarar.
ANTON WILLIAM