Kebijakan Pemerintah kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang, menuai kritik dari beberapa pihak. Salah satunya yakni Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti yang mengecam tindakan tersebut.
Dalam unggahan akun X milik Susi, @susipudjiastuti pada Rabu, 18 September 2024, mengatakan pemerintah boleh mengambil pasir atau sedimen yang mengendap di pesisir laut. Namun alih-alih diekspor, dia mengimbau pasir atau sediman itu digunakan untuk meninggikan wilayah seperti Pantai Utara atau Pantura Jawa.
Menurutnya, wilayah itu kini sudah parah karena mengalami abrasi. Bahkan, kata Susi, sebagian di antaranya sudah tenggelam. Dia meminta pemerintah mengembalikan tanah daratan dan sawah-sawah rakyat di Pantura.
“BUKAN DIEKSPOR!! Andai dan semoga yg mulia yg mewakili rakyat Indonesia memahami. Terimakasih,” ucapnya.
Sementara itu, dikutip dari Majalah Tempo edisi 11 Juni 2023, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 23 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, sempat menuai kontroversi. Hal itu dikarenakan aturan itu dibuat tanpa kajian ilmiah yang mendalam, serta membuka kembali keran ekspor pasir laut yang ditutup sejak 2003.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan alasan penerbitan kembali peraturan sedimen laut itu. Ia mengatakan PP Nomor 26 Tahun 2023 mencegah kerusakan lingkungan dari adanya pemakaian material untuk reklamasi.
"Saya berpendapat, pemakaian material reklamasi dari pasir laut akan merusak lingkungan. Karena itu, saya stop (penambangan pasir) di Pulau Rupat (Riau)," ujarnya di Hotel AP Premier Batam, Kepulauan Riau.
Lebih lanjut, Trenggono menegaskan bahwa sedimentasi laut yang dimaksud berupa timbunan. Ia tidak menjelaskan secara detail terkait timbunan yang dimaksud. Namun, Trenggono mengatakan nantinya hasil sedimentasi laut digunakan untuk kepentingan dalam negeri.
"Kalau pasir laut diizinkan, yang dipantai bisa habis. Sedimen ini timbunan. Kalau memang untuk kepentingan dalam negeri, kenapa dilarang? Karena itu juga bisa bermanfaat untuk kepentingan bangsa. Kebutuhan material untuk reklamasi tidak kurang dari 20 miliar kubik di dalam negeri," jelas Trenggono.
Sementara itu, juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, membantah eskpor pasir laut kembali dibuka karena ada desakan dari para pengusaha. Ia menegaskan kebijakan tersebut semata-mata untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun yang memenuhi syarat dalam berusaha pemanfaatan sedimentasi di laut.
Pemanfaatan sedimentasi itu diklaim sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. "Urusan kami semata-mata, ya bagaimana memenuhi kebutuhan dari reklamasi atau pembangunan di sekitar pantai segala, membangun infrastruktur," katanya pada Tempo.
Secara prinsip, menurut dia, reklamasi yang dilakukan itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Reklmasi juga dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari ahli oseanografi maupun ahli lingkungan lintas-kementerian dan lembaga. "Itu diperbolehkan dengan syarat ketat, yaitu melalui uji tuntas, dan ada tim kajian."
Dia mengatakan, sebelum diterbitkan PP 26/2024 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, tahapan pengkajiannya dilakukan selama dua tahun. Peraturan ini menjadi rujukan penerbitan izin ekspor pasir laut oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas. Pembukaan keran ekspor pasir laut diatur dalam dua revisi Peraturan Menteri Perdagangan di bidang ekspor.
Pilihan Editor: Susi Kecewa Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut dan Agroforestri Salak di Bali Jadi Warisan Dunia di Top 3 Tekno