TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, meminta pemerintah mengkaji ulang rencana menngubah skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan atau NIK pada tahun depan. Menurut dia, kebijakan yang bakal berujung pada kenaikan tarif KRL itu malah berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
"Skema ini juga berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat, terutama masyarakat kelah menengah ke bawah," kata Achmad melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Kamis, 29 Agustus 2024.
Pasalnya, menurut Achmad, permasalahan bisa timbul dari sulitnya proses registrasi dan verifikasi masyarakat. Terutama, bagi pengguna KRL yang tidak memiliki kemudahan akses ke teknologi digital. "Mereka bisa kesulitan mendaftarkan NIK untuk mendapat subsidi," kata dia. Selain itu, tidak semua masyarakat yang membutuhkan subsidi ini bisa terjangkau kebijakan berbasis NIK.
Alih-alih menaikkan tarif dan menerapkan subsidi berbasis NIK, Achmad mengatakan, pemerintah seharusnya menggunakan pendekatan yang lebih inklusif dan tidak memberatkan. Misalnya, dengan memeprtahankan tarif KRL yang terjangkau untuk semua pengguna. "Ini bisa dibarengi peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaann subsidi," ujarnya.
Wacana kenaikan tarif KRL menjadi perbincangan publik akhir-akhir ini. Namun kemudian, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal, mengklaim belum ada perencanaan menaikan KRL Jabodetabek dalam waktu dekat.
"Dalam hal ini, skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan," kata Risal, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Menurut dia, rencana ini merupakan bagian dari upaya Kemenhub menyesuaikan tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi lebih tepat sasaran. Guna memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran. "Saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait," ujar dia.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa skema menaikan tarif KRL Jabodetabek akan diberlakukan secara bertahap. Rencana itu akan dilakukan dengan diawali sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan.
Menurut Risal, dalam pembahasan tarif kereta rel listrik itu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian akan mengadakan diskusi publik dengan akademisi maupun perwakilan masyarakat. Diskusi tersebut untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek.
"Diskusi publik ini akan dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat," tutur Risal.
Ikhsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: MTI Dorong Penyesuaian Tarif KRL