TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) diprediksi memangkas suku bunga acuan bulan depan. Direktur Eksektutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan suku bunga yang diperkirakan turun pertanda kurang baik.
“Itu indikasi kurang bagus, karena justru mengindikasikan AS sebentar lagi ada ancaman resesi, sehingga bank sentral buru-buru memotong suku bunganya untuk menggerakkan perekonomian,” ujarnya ditemui usai diskusi Celios di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.
Bhima mengatakan jika resesi benar-benar terjadi, ekspor RI pasti akan terkena dampaknya juga. Karena itu, ia menambn Indonesia seharusnya tidak terlena dengan rally di pasar modal atau kenaikan IHSG yang cepat. Begitupun pasar valas yang memperkuat rupiah dalam jangka sangat pendek. Jadi hal tersebut menurut dia tidak bisa menjadi acuan kondisi sedang aman.
Masuknya dana asing sekarang ini menurut dia sangat temporer. “Bukan karena fundamental kita itu sedang bagus. Sekarang, pertumbuhan ekonomi era APBN tahun 2025 saja cuma 5,2 persen jauh di atas (target) Prabowo yang mental 8 persen,” kata dia.
Menguatnya mata uang rupiah saat ini menurut dia tidak bisa dijadikan konklusi karena tekannannya baru akan terasa pada 2025. Tahun depan diprediksi ekonomi Cina juga melambat ditambah ada ancaman resesi AS. Belum lagi perubahan perekonomian jika Donald Trump terpilih lagi pada November mendatang. Bekas Presiden AS tersebut kemungkinan akan memperketat beberapa kebijakan dagang dengan Cina juga kemungkinan mengubah aturan terkait kendaraan listrik yang berdampak pada harga nikel dunia.
Bhima juga menilai target rupiah yang dipatok Rp 16.100 per dolar AS pada APBN tahun depan cukup moderat. Angka tersebut memang lebih tertinggi dibanding yang tercantum pada Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebelumnya yang ditargetkan berada pada rentang Rp 15.300 - Rp 15.900 terhadap dolar AS.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan asumsi rupiah tersebut ditetapkan sebagai langkah antisipasi. “Rp 16.100 mencerminkan antisipatif dan kita konservatif, kita memantau kondisi global sekarang, kita bersyukur dalam jangka pendek ini kita dapat banyak capital inflow,” kata Febrio ditemui usai rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu, 21 Agustus 2024.
Febrio menambahkan masuknya aliran modal asing saat ini merupakan ceminan dari fiskal RI yang lebih baik dibanding banyak negara lain yang menghadapi tantangan global. Namun, capaian tersebut dalam jangka pendek. Pemerintah, menurut dia, tetap harus menyiapkan langkah antisipatif untuk menjaga batasannya dari guncangan global.
Pilihan Editor: Dukung Putusan MK tentang UU Pilkada, KPPOD: Cegah Politik Dinasti