TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman mendukung penerapan putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah yang demokratis dan kompetitif diharapkan berdampak pada keberhasilan pembangunan di daerah.
Selain itu Herman menilai putusan MK tersebut membatasi praktik dinasti politik. Menurutnya daerah yang dipimpin oleh dinasti politik cenderung tertinggal dari segi pembangunan dan perekonomian.
"Selama ini daerah yang dipimpin oleh dinasti politik adalah daerah yang punya kantong kemiskinan yang luar bisa," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2024.
Lebih lanjut, kata Herman, kepala daerah yang berkapasitas akan muncul lewat pemilihan yang kompetitif dan demokratis. Dari sejumlah daerah yang melalui proses pemilihan yang ketat, kata Herman, lahir kepala daerah yang membawa dampak terhadap perbaikan ekonomi di tingkat lokal.
"Sehingga kebijakan yang lahir di tingkat lokal dapat sejalan dengan kemudahan berinvestasi, misalnya. Termasuk perbaikan desain kelembagaan dan kemudahan dalam perizinan yang transparan," kata dia.
Tidak hanya lewat pemilihan yang kompetitif, menurut Herman proses kaderisasi di partai politik juga berkontribusi melahirkan calon kepala daerah yang kompeten. “Salah satu variabel pengelolaan perekonomian daerah ditentukan oleh kapasitas dan integritas kepala daerah, yang ditentukan salah satunya adalah sistem pemilihan berkualitas,” kata Herman.
MK mengabulkan sebagian gugatan judicial review UU Pilkada yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Dalam putusan 60/PUU-XXII/2024, MK menyebut partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah walaupun tidak memiliki kursi di DPRD.
Dengan putusan itu ambang batas pencalonan daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan ambang batas pencalonan ditentukan berdasarkan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.
Selain itu Mahkamah Konstitusi juga mengeluarkan putusan mengenai batas usia calon kepala daerah. Bahwa aturan syarat batas usia 30 tahun berlaku sejak penetapan calon.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung sempat memerintahkan KPU untuk mengubah syarat batas usia calon gubernur dan wakil gubernur. Mahkamah Agung meminta agar syarat usia 30 tahun bagi calon gubernur dan calon wakil gubernur itu dihitung berdasarkan waktu pelantikan pemenang pemilihan kepala daerah, bukan pada waktu penetapan calon kepala daerah seperti yang selama ini berlaku.
Keputusan Mahkamah Agung itu menuai polemik karena dinilai hanya akan menguntungkan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kaesang berencana maju sebagai calon gubernur pada pemilihan kepala daerah 2024. Namanya masuk dalam bursa calon Gubernur Jawa Tengah. Namun usia Kaesang masih 29 tahun, dia baru berulang tahun ke-30 pada 25 Desember 2024 saat pendaftaran calon kepala daerah sudah ditutup.
Belakangan, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa batas usia 30 tahun tersebut berlaku sejak penetapan calon, bukan pada saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Satu hari setelah putusan MK tersebut, tiba-tiba Dewan Perwakilan Rakyat menggelar rapat yang bertujuan untuk merevisi UU Pilkada. Revisi UU Pilkada artinya akan mementahkan putusan Mahkamah Konstitusi dan membuka kembali peluang Kaesang maju sebagai calon gubernur.
Sikap DPR itu memicu gelombang protes masyarakat. Aksi demonstrasi meledak di berbagai daerah meminta DPR membatalkan revisi UU Pilkada.
Pilihan Editor: Daftar Formasi CPNS KKP 2024 untuk Lulusan SMA hingga S2 dan Kisaran Gajinya