TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meninjau ulang urgensi pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) ubin keramik. Rencana pengenaan bea masuk tambahan itu kini tinggal menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk diberlakukan pemerintah.
“Saya harap sebetulnya Kemenkeu bisa melihat kembali urgensi pengenaan BMAD keramik ini seperti apa,” kata Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, saat dihubungi Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024.
Andry berharap, Kemenkeu bisa menelusuri kembali apakah memang benar ada dumping ubin keramik dari Cina. Menurut Andry, penelusuran ini perlu dilakukan untuk memastikan intervensi Kemenkeu terhadap proses pengenaan BMAD ubin keramik ini sudah tepat. “Akan kita lihat dengan masa periode yang singkat ini Kemenkeu mau mengeluarkan kebijakan yang konteiversial. Saya rasa Kemenkeu akan menghindari kebijakan-kebijakan yang kontroversial,” kata Andry.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas telah mengirimkan surat tentang keputusan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) atas ubin keramik asal Cina kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sumber Tempo yang mengetahui proses ini menyebut surat itu telah diterima Sekretariat Menteri Keuangan pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Dalam bocoran dokumen yang didapatkan Tempo, surat berkepala Menteri Perdagangan Republik Indonesia itu bertarikh Selasa, 6 Agustus 2024. Surat bernomor PD.01/449/M-DAG/SD/08/2024 yang bersifat segera itu ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Di bagian perihal surat itu tertulis “keputusan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) atas impor ubin keramik asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT)”.
Ketika dikonfirmasi perihal besaran BMAD yang dia putuskan, Zulhas enggan berkomentar. Dia meminta Tempomenanyakannya kepada Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kasan Muhri. “Bisa kontak Pak Kasan,” kata Zulhas saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.
Kasan membenarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan soal BMAD Ubin Keramik telah ditandatangani Zulhas pada 6 Agustus 2024 lalu dan disampaikan instansinya ke Menkeu. Namun, dia enggan menjabarkan isi surat itu karena bersifat rahasia. Dia juga mengklaim tak bisa mengungkapkan besaran BMAD yang diputuskan Mendag kepada publik karena karena menyalahi aturan. “Silakan nanti kalau sudah keluar penetapanya dan berlaku efektif melalui PMK bisa diakses publik termasuk media,” kata Kasan saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.
Dalam ekspose temuan satgas impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean Bea Cukai Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 6 Agustus 2024, Zulhas menyebutkan besar BMAD ubin keramik berkisar antara 40 sampai 50 persen. Angka ini berbeda dari laporan hasil penyelidikan KADI yang sebelumnya telah beredar di publik. Dalam laporan bertarikh 3 Juli 2024 itu, besar tarif berkisar 100,12 sampai dengan 198,88 persen.
Pilihan editor: PSDKP Tangkap Kapal Vietnam Pelaku Pencurian Ikan di Laut Natuna Utara