TEMPO.CO, Jakarta -Institute Essential for Services Reform (IESR) berharap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM) Bahlil Lahadalia berkomitmen mendorong transisi energi menuju net zero emission pada 2060 atau lebih awal. IESR berharap Bahlil mampu mencapai target energi terbarukan 23 persen pada 2025 di tengah masa jabatannya sebagai Menteri ESDM di era Jokowi tersisa dua bulan lagi.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa merinci tugas krusial yang perlu Bahlil tuntaskan, yaitu implementasi peta jalan pengakhiran operasi PLTU yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 112/2022. Peta jalan yang disusun Kementerian ESDM itu memberikan kepastian hukum bagi PT PLN (Persero) untuk melaksanakan pensiun dini PLTU. “Kajian IESR menunjukkan seluruh PLTU harus dihentikan secara bertahap sebelum 2045," tutur Febby dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 19 Agustus 2024.
Ia melanjutkan, 80 persen PLTU harus dihentikan sebelum 2040 agar selaras dengan tujuan pembatasan pemanasan global sebesar 1,5 derajat celcius sesuai Persetujuan Paris. Langkah ini menurutnya diklaim mempercepat penetrasi energi terbarukan hingga 40 persen dalam bauran energi primer di 2030.
Selain itu, IESR juga mengingatkan pentingnya akselerasi pemanfaatan energi terbarukan untuk mencapai 23 persen di 2025. Namun, Fabby menyebut bauran energi terbarukan hanya sekitar 13,09 persen pada 2023 dan masih jauh dari target di tahun 2025.
Oleh karena itu, Fabby mengatakan transisi energi Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat, dari Presiden hingga Menteri ESDM untuk mengorkestrasikan energi terbarukan yang tinggi. Dengan masa kepemimpinan di ESDM yang tinggal dua bulan, Fabby mengatakan Bahlil perlu memastikan PLN berkomitmen meningkatkan kapasitas energi terbarukan dalam RUPTL 2024 dan mendorong power wheeling masuk draf RUU EBT sebagai salah satu strategi.
Pemerintah juga menurutnya perlu meningkatkan partisipasi swasta dan BUMN untuk berinvestasi pada energi terbarukan. Selain itu, juga harus bisa menyelesaikan pembahasan RPP Kebijakan Energi Nasional tanpa menurunkan target bauran energi terbarukan dan memastikan target yang selaras dengan Paris Agreement.
Tak hanya itu, IESR meminta Bahlil Lahadalia bisa memastikan implementasi kemitraan transisi energi yang adil. Serta bisa memberi prioritas pada penyiapan daftar proyek energi terbarukan yang layak didanai. Selain itu, ia berharap Bahlil bisa mereformasi kebijakan-kebijakan yang selama ini menghalangi investasi energi terbarukan.
Fabby mengatakan Bahlil perlu menjamin pemerintah Indonesia tidak akan mundur dari komitmen transisi energi untuk menjaga kepercayaan negara-negara mitra mendukung transisi energi. “Implementasi JETP membutuhkan konsistensi dan komitmen jangka panjang. Oleh karena itu, Menteri ESDM yang baru perlu menjaga kesinambungan kebijakan dan memastikan bahwa dukungan dari mitra internasional tetap solid dalam mendorong transisi energi di Indonesia,” kata Fabby.
Fabby menilai di bawah kepemimpinan Arifin Tasrif, Kementerian ESDM sudah mengambil sejumlah langkah strategis untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan meletakkan fondasi bagi transisi energi di Indonesia. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini juga mengatur strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU.
Fabby mengatakan selama menjabat sebagai Menteri ESDM, Arifin telah berusaha mendorong transisi energi dengan menetapkan target net-zero emission di 2060 atau lebih awal. Arifin juga mendorong percepatan energi terbarukan melalui pengaturan mengenai PLTS atap dan Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTS atap 3,6 GW di 2025. Selain itu, Arifin juga sudah mengimplementasikan kebijakan kendaraan listrik, pengakhiran operasi PLTU, dan meletakan fondasi bagi implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP).
“Walaupun energi terbarukan tidak bertumbuh sesuai dengan ekspektasi, keputusan Arifin Tasrif untuk mengakhiri pembangunan PLTU baru oleh PLN, memberikan landasan yang kuat untuk peningkatan penetrasi energi terbarukan, seiring dengan mulai meningkatnya permintaan listrik kembali ke periode sebelum pandemi,” kata Fabby.
Pilihan editor: Faisal Basri Kritik Kenaikan PPN 12 Persen: Yang Dirugikan Rakyat Kecil