TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo memberikan insentif berupa pembebasan pembayaran kompensasi terhadap pelaku usaha yang menggunakan tenaga kerja asing (TKA) di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2024 Tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di IKN, yang diteken Jokowi pada 12 Agustus 2024.
Tidak hanya insentif berupa pembebasan dana kompensasi penggunaan TKA, pelaku usaha bisa mempekerjakan tenaga kerja asing untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang. Pemberian intensif atas penggunaan TKA tersebut berada di bawah kewenangan Badan Otorita IKN.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, melihat aturan penggunaan TKA tersebut terlalu longgar. Menurut Tadjudin PP ini harus direvisi dengan penambahan pasal baru.
Sebab, dia mengatakan masa kerja TKA 10 tahun dan dapat diperpanjang terlalu lama. Dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya, TKA hanya bisa bekerja selama 2 tahun dan diperpanjang. "Kalau di Kawasan Ekonomi Khusus itu hanya lima tahun, ini malah terlalu lama dan merugikan tenaga kerja lokal," kata dia, lalu yarankan harus ada pasal lebih lanjut yang membatasi masa kerja pekerja asing di IKN.
Selain ketentuan soal masa kerja ini, kata dia, ketentuan soal penggunaan TKA di IKN masih sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. "Di pasal tentang penggunaan TKA ini disebutkan 'mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku', artinya ini akan ketat dan tidak sembarangan," kata dia.
Dia mengatakan, harusnya penggunaan TKA di IKN bisa dihentikan ketika transfer pengetahuan kepada tenaga kerja lokal berhasil dicapai. "Saya kira waktu 10 tahun ini terlalu lama, dan berpotensi menimbulkan double posisi ketika pendamping dari tenaga kerja lokal sudah bisa menguasai skill yang dibutuhkan," katanya.
Soal pembebasan dana kompensasi penggunaan TKA, Tajudin menilai hal tersebut tidak bertentangan dengan aturan lain karena hanya berlaku di IKN. Namun demikian, Tajudin menilai harus ada pengawasan yang ketat agar TKA dipekerjakan di IKN bisa terkendali dan tidak merusak pasar tenaga kerja dalam negeri.
Untuk itu, dia menyarankan harus ada lembaga independen yang mengawasi Badan Otorita IKN, mengingat kewenangannya dalam perizinan penggunaan TKA terlalu besar, dan beririsan dengan kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan.
"Meskipun tujuannya untuk mempercepat investasi di IKN, aturan soal penggunaan TKA ini harus ada yang mengawasi," katanya.
Pilihan Editor: Menteri Investasi Rosan Roeslani Belum Bisa Bicara Nasib Modal Asing di IKN