TEMPO.CO, Jakarta -Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI) menyelenggarakan FGD yang menghadirkan narasumber dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), dan organisasi pasien Cancer Information and Support Center (CISC) untuk mendiskusikan permasalahan akses pengobatan kanker serta mengeksplorasi solusi-solusi yang efektif dalam meningkatkan akses serta kualitas penatalaksanaan kanker di Indonesia, khususnya dalam program JKN.
Ketua HIFDI, Zaenal Abidin, mengatakan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk memperbaiki akses dan kualitas pengobatan kanker. Menurut dia, kanker adalah penyakit katastropik yang sangat membutuhkan campur tangan pemerintah, mengingat tak hanya mengancam nyawa pasien, tetapi juga menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, terutama akibat beban pembiayaan pengobatannya.
“Sejak JKN menjamin pelayanan kanker, telah banyak manfaat yang didapat pasien. Sayangnya, masih ada beberapa kebijakan dan implementasinya yang belum optimal sehingga pelayanan yang seharusnya bisa diberikan kepada pasien masih terhambat,” katanya melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 Agustus 2024.
Ketua Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri, mengatakan kasus kanker terbanyak adalah kanker payudara. Ia meminta pemerintah segera memberikan solusi seperti trastuzumab. “Saat peraturan Menteri Kesehatan dikeluarkan yang menyatakan trastuzumab dijamin untuk kanker payudara stadium dini, pasien sangat menaruh harapan besar untuk bisa mendapatkan obat yang sangat dibutuhkan. Sayangnya, hingga saat ini hak mereka belum bisa diwujudkan; obat masih belum bisa diakses,” ujarnya.
Menurut laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO), terdapat 408.661 kasus kanker di Indonesia pada 2022. Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia dan menjadi penyebab kematian kanker tertinggi, yakni 9,3 persen.
Baca juga:
Trastuzumab adalah pengobatan standar sejak lebih dari satu dekade lalu untuk kanker payudara jenis HER2+ yang terjadi pada satu dari lima pasien kanker payudara. Meskipun jenis kanker ini tumbuh lebih cepat dan banyak menyerang pasien berusia muda, apabila diobati sejak stadium dini dengan baik, harapan kesembuhannya tinggi. “Sayangnya, kendala birokrasi mengaburkan harapan pasien,” ujarnya.
Ketua POI, Dr. dr. Cosphiadi Irawan, sangat menyayangkan hingga saat ini trastuzumab masih belum bisa diakses oleh pasien, mengingat pelaksanaan kanker membutuhkan kerja sama multidisiplin dan harus dilakukan secara komprehensif.
WHO melalui Global Breast Cancer Initiative, kata dia, menargetkan 60 persen pasien kanker payudara terdiagnosis sejak stadium dini, diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari, dan setidaknya 80 persen pasien mendapatkan akses terhadap pengobatan yang sesuai standar medis,” kata Cosphiadi.
Sementara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengklaim BPJS berkomitmen untuk mendengarkan dan mencari solusi, meskipun tantangan utamanya perihal kebijakan dan bukti ilmiah. “BPJS menunjukkan kepedulian mendalam terhadap kesehatan masyarakat Indonesia,“ ujarnya.
Salah seorang dokter, Dr. Djumhana meminta agar obat-obat terbaik dari Amerika atau Eropa segera tersedia di Indonesia untuk mencegah pasien mencari pengobatan di Singapore. Ia menjelaskan pentingnya memasukkan obat-obat tersebut ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional agar menjadi cost-effective dan tercantum dalam e-katalog BPJS Kesehatan. “Proses ini melibatkan perhitungan cost-effectiveness yang harus berada di bawah ambang batas yang ditentukan oleh Formularium Nasional (Fornas) Kemenkes,” katanya.
Djumhana juga mengajak untuk melakukan studi dampak anggaran di Indonesia guna memastikan harga obat dapat ditekan dan memenuhi standar cost-effectiveness. Ia menegaskan bahwa obat untuk kanker payudara stadium awal hanya akan diterima jika diberikan dengan benar dan didasarkan pada penilaian multidisiplin. “Termasuk oleh radiolog yang melakukan CT Scan dan pemeriksaan lainnya untuk menentukan stadium penyakit,” katanya.
Pilihan Editor: Viral karena Hampir Pingsan di IKN, Segini Kisaran Gaji Paskibraka