TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2024 sebesar US$ 0,47 miliar. Surplus kali ini lebih rendah dibandingkan dengan Juni 2024 sebesar US$ 2,39 miliar. Melihat kondisi demikian, Bank Indonesia (BI) menilai capaian ini mampu menopang perekonomian RI ke depan.
"BI memandang surplus neraca perdagangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat, 16 Agustus 2024.
Dia mengatakan BI ke depan akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain. Dengan demikian, dapat terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Nilai ekspor Indonesia Juli 2024 mencapai US$ 22,21 miliar atau naik 6,55 persen dibanding ekspor Juni 2024. Sementara itu, nilai impor Indonesia Juli 2024 mencapai US$ 21,74 miliar, naik 17,82 persen dibanding Juni 2024.
Surplus neraca perdagangan yang berlanjut, utamanya bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap baik. Neraca perdagangan nonmigas pada Juli 2024 mencatatkan surplus US$ 2,61 miliar.
Capaian tersebut sejalan dengan ekspor nonmigas yang meningkat mencapai US$ 20,79 miliar dan impor nonmigas yang juga meningkat mencapai US$ 18,18 miliar. Jika dilihat berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Cina, AS dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.
Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut, menurut catatan BPS didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam. "Seperti bijih logam, terak, dan abu maupun ekspor produk manufaktur seperti logam mulia dan perhiasan atau permata, mesin dan peralatan elektrik serta kendaraan dan bagiannya."
Sementara itu, impor nonmigas meningkat terutama di sisi bahan baku dan barang modal yang mendukung aktivitas ekonomi domestik. BPS melaporkan, defisit neraca perdagangan migas meningkat mencapai US$ 2,13 miliar pada Juli 2024.
"Sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas," kata Erwin, mengutip laporan BPS.
Pilihan Editor: RI Surplus Perdagangan 50 Bulan Berturut-turut sejak Mei 2020, Begini Penjelasan BPS