TEMPO.CO, Batam - Masyarakat Pulau Rempang bersama Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menggelar aksi di Kedutaan Besar Tiongkok pada Rabu pagi, 14 Agustus 2024. Masyarakat Rempang menuntut Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mencabut investasi Xinyi Grup yang menjadi bagian dari PSN Rempang Eco-City.
PSN Rempang Eco-City dinilai menjadi ancaman atas eksistensi ruang hidup masyarakat di Pulau Rempang.
Aksi disampaikan dalam bentuk membentangi spanduk dan penyampaian orasi. Warga menegaskan menolak relokasi dari kampung tanah moyang mereka, dan meminta PSN dicabut.
"Kami sudah sejahtera dengan hidup kami sekarang. Kami tidak mau digusur atau digeser dari tanah adat leluhur kami. Lebih baik mati berdiri daripada hidop berlutot!," ujar Aris, warga Rempang saat berorasi di depan Kedubes Tiongkok dikutip dari siaran pers yang diterima Tempo, Rabu siang.
Hadirnya warga Pulau Rempang di Kedutaan Tiongkok hari ini, menjadi ikhtiar warga yang telah sekitar setahun berjuang dari ancaman penggusran akibat PSN Rempang Eco City. Mereka bertahan di tengah intimidasi dan rayuan untuk pindah dari rumah dan kampung mereka.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, dalam orasinya menyayangkan Perwakilan Kedubes Tiongkok tidak menemui massa aksi.
Walhi berharap pemerintah Cina dapat mengevaluasi rencana pendanaan Rempang Eco City. Karena PSN Rempang Eko City mengancam eksistensi 7.500 masyarakat Pula Rempang dan merusak ekologis Rempang, baik pesisir dan darat di Pulau Rempang.
"Jangan sampai tangan Tiongkok melalui investasi di Rempang menjadi sebab kerusakan lingkungan dan peradaban masyarakat di Pulau Rempang," kata Uli.
Ia tetap percaya masyarakat akan terus konsisten berjuang mempertahankan ruang hidup mereka. Dan pihaknya berharap perjuangan masyarakat Rempang juga didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Divisi hukum KontraS, Vebrina Monicha, yang hadir dalam aksi tersebut, mengingatkan bagaimana negara melalui aparat penegak hukum (APH) baik Polisi maupun TNI, harus hadir melindungi warga, bukan justru melakukan tindakan kekerasan seperti intimidasi bahkan kriminalisasi.
"Puluhan warga Rempang sudah mengalami kriminalisasi dengan dalih pengrusakan kantor BP Batam. Pola inilah yang selalu digunakan oleh Negara untuk membungkam warga yang menolak PSN."
Staf Advokasi Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Abib, menyampaikan pihaknya mendesak penghentian perampasan atas tanah dengan pola yang terus berulang. Ia mendesak semua pihak untuk menghormati hak atas tanah yang telah dimiliki masyarakat.
Aksi yang telah ditutup dengan damai, justru mendapatkan perlakuan represif oleh orang yang tidak dikenal. Saat peserta aksi sedang menunggu mobil jemputan yang akan menggantar peserta ke titik aksi selanjutnya, orang-orang tidak dikenal dengan jumlah kurang lebih 7 orang membubarkan paksa peserta aksi.
Pilihan Editor: Warga Rempang Berunjuk Rasa di Depan Kantor Airlangga Hartarto, Tolak Proyek Rempang Eco-City