TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 25 orang yang mengatasnamakan masyarakat Rempang menggelar aksi damai di depan gedung Kementerian Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Selatan, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2024. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City yang rencananya dibangun di atas lahan seluas 7.572 hektare di Pulau Rempang.
Pantauan Tempo di lokasi, demonstran membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan "Masyarakat Rempang Tolak PSN Rempang Eco-City! Raja Adil Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah” dan "Jangan Rusak Laut Darat Kami".
Para pengunjuk rasa mengecam proyek yang dianggap merugikan masyarakat setempat. Mereka juga menyebut pemerintah tidak melindungi hak-hak warga, terutama perihal ancaman relokasi paksa dan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan oleh proyek tersebut.
Salah satu orator yang berpidato dalam aksi ini menyoroti keterlibatan investor asing, khususnya dari Cina, dalam pembiayaan proyek Rempang. "Setengah dari investasi Rempang Eco-City dibiayai oleh investor Cina," ujarnya.
Ia juga mengatakan pembangunan ini tidak hanya merugikan masyarakat Rempang, tetapi juga berdampak pada lingkungan yang lebih luas sehingga meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam.
Dia pun menegaskan perjuangan masyarakat Rempang bukanlah semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. "Mereka berjuang atas kepentingan seluruh rakyat Indonesia, atas kepentingan masyarakat di Jakarta, atas kepentingan masyarakat di kota-kota besar. Karena ambisi pembangunan Eco-city Rempang itu akan merusak ekologi di Rempang," tegasnya.
Aksi ini juga diwarnai dengan kritik tajam terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dianggap gagal menyelesaikan persoalan di Pulau Rempang sehingga memaksa warga untuk datang jauh-jauh ke Jakarta demi menyuarakan penolakan mereka. "Seharusnya BP Batam itu malu, karena mereka tidak mampu menyelesaikan persoalan di sana. Rakyat harus jauh-jauh ke Jakarta," ujar orator tersebut.
Salah seorang warga Rempang yang ikut berorasi, menyampaikan kedatangannya bersama warga lainnya adalah bentuk keputusasaan karena tidak ada satu pun pemerintah daerah yang mendengar suara mereka.
“Kami sudah capek mengeluh di Pemko Batam, kami sudah capek mengeluh di Pemprov Kepri. Tapi tidak ada satupun pemerintah yang mau mendengar suara kami. Maka hari ini kami datang ke Jakarta,” ucapnya dengan nada penuh emosi.
Ia menegaskan masyarakat Rempang tidak menolak pembangunan, namun menolak keras relokasi atau penggusuran dari tanah yang telah diwarisi dari nenek moyang mereka. “Kami masyarakat Rempang tidak menolak pergeseran atau relokasi tanah. Apapun itu bentuknya, penggusuran jangan dijalankan. Relokasi warga tidak perlu dilakukan,” ujarnya.
Aksi damai ini berlangsung dengan tertib di bawah pengawasan ketat aparat kepolisian yang berjaga di lokasi. Para peserta aksi berharap pemerintah mendengar suara mereka dan menghentikan proyek Rempang Eco-City yang dianggap akan merusak kehidupan masyarakat dan lingkungan di Pulau Rempang.
Aksi masyarakat rempang didukung oleh koalisi masyakarat sipil seperti, WALHI, KontraS, dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Pilihan Editor: PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan