TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyebut usulan pemberian insentif jumbo Rp 100 juta bagi aparatur sipil negara atau ASN yang pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) membuang-buang anggaran negara. Mengingat, saat ini kondisi ruang fiskal Indonesia yang menyempit.
"Inefisiensi anggaran. Kalau menurut saya saat kondisi fiscal space kecil di mana rasio utang terus naik terhadap PDB dan tax ratio rendah, maka seharusnya pemerintah lebih bijak dalam pengelolaan anggaran," kata Direktur Eksekutif Indef tersebut kepada Tempo pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Dia menegaskan, tidak perlu ada pemberian insentif sebagaimana diusulkan dan direncanakan. "Menurut saya, tidak (perlu) ada insentif. Itu lebih baik. Semestinya kalau prospek (IKN) bagus, gak usah ada insentif dan orang akan datang ke sana," katanya.
Dia menyebut, pemerintah mestinya mengalokasikan anggaran untuk program prioritas yang berdampak jangka panjang dan punya multiplier effect luas. Berbeda dengan pemberian insentif yang menurut Esther tidak memberikan dampak demikian. "Ini kesannya menghamburkan uang negara."
Sebelumnya, Analis Kebijakan Utama Kedeputian SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Arizal menyampaikan usulan pemberian tunjangan kinerja (tukin) atau insentif khusus sebesar Rp 100 juta untuk pegawai setingkat eselon I yang pindah ke IKN. Dia menyebut, sudah enam kali rapat dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dan mengusulkan insentif tersebut.
"Ada sekolah internasional, rumah sakit internasional, bagaimana ASN kalau gak ada insentifnya (bisa) bayar sekolah internasional itu?" kata dia dalam ASN Fest pada 3 Agustus 2024 yang dikutip melalui kanal YouTube resmi Kantor Staf Presiden.
Arizal membandingkan besaran tukin bagi pejabat setara eselon I atau jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya Rp 40 juta dengan eselon I Otorita IKN (OIKN) yang mencapai Rp 100 juta. Dia mencontohkan Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat OIKN Alimuddin.
"Di Kementerian PAN-RB JPT Madya itu cuma Rp 40 juta tukinnya. Bapak (Alimuddin) sudah Rp 100 juta. Nah, kami usul supaya JPT Madya yang ikut pindah ke sana (IKN), dapatnya sama dengan yang diterima JPT Madya di OIKN," kata Arizal.
Alih-alih pemberian insentif jumbo, kata Esther pemerintah sebaiknya membuat kebijakan terkait asuransi bagi para ASN di IKN. Dengan demikian, biaya layanan rumah sakit yang direncanakan kelas internasional itu bisa dijangkau. "Mendingan buat kebijakan asuransi untuk ASN, sehingga international hospital juga affordable untuk ASN."
Pilihan Editor: IKN Menjelang HUT RI, Kesiapan Sistem Transportasi hingga Uji Kereta Otonom