Dadan menuturkan, pemerintah memperhitungkan soal kesiapan dan ketersediaan suplai, hingga nilai keekonomiannya. Pasalnya, semakin rendah kadar sulfur atau semakin berkualitas harga BBM, harganya bisa semakin tinggi. Namun, ia berujar, pemerintah belum memutuskan untuk memberikan subsidi atau tidak.
“Kalau pemerintah kan pasti melihat dari sisi suplai ada, masyarakat tetap terjaga. Kemampuan untuk membeli harus bisa dipastikan,” kata Dadan.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut penggunaan bioetanol dapat mengurangi polusi udara dan memiliki kadar sulfur yang rendah.
"Sulfur (pada bensin) ini sampai 500 ppm. Kita mau sulfur 50 ppm. Ini sedang diproses, dikerjakan Pertamina," ujar Luhut melalui unggahan di akun Instagram @luhut.pandjaitan, pada Selasa, 9 Juli 2024.
Luhut juga meyakini bahwa penggunaan bioetanol dapat mengurangi jumlah penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan menghemat biaya BPJS Kesehatan hingga Rp 38 triliun. "Pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa kita hemat sampai Rp 38 triliun," ujarnya.
BAGUS PRIBADI | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Family Office akan Dapat Insentif Pajak, Ini Tanggapan Sri Mulyani