TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Welly Salam, menanggapi kabar yang menyebut perusahaan ini terancam gulung tikar alias bangkrut. Ia membantah kabar tersebut, tapi ia mengaku bahwa pendapatan Sritex menurun drastis.
Penjelasan dari PT Sritex ini juga sebagai respon terhadap surat dari Bursa Efek Indonesia yang dikirimkan pada 21 Juni 2024 terkait kondisi perusahaan yang dikabarkan bangkrut. “Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Welly dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo pada Senin, 24 Juni 2024.
Welly mengaku pandemi Covid-19 dan persaingan di industri tekstil global menjadi faktor utama penurunan pendapatan Sritex. Selain itu, konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina juga menyebabkan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat
Welly juga menjelaskan, pendapatan perusahaan menurun akibat over supply tekstil di China. Banyaknya produk China yang masuk ke Indonesia saat ini membuat penjualan produk dari PT Sritex belum pulih. “Yang longgar aturan impornya, tidak menerapkan bea masuk anti-dumping, tidak ada tarif barrier maupun non-tarif barrier, dan salah satunya adalah Indonesia,” kata dia.
Sritex selama ini dikenal sebagai salah satu raksasa industri tekstil di Indonesia. Perusahaan ini pernah mencapai masa kejayaan dan kerap menjadi langganan dunia internasional. Lantas, seperti apa profil Sritex yang kini dikabarkan berada diambang kebangkrutan?
Profil PT Sritex
Sritex adalah perusahaan tekstil yang didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto, pria yang lahir pada Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Ia merintis Sritex berawal sebagai pedagang tekstil eceran hingga kemudian berkembang menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.
Sritex bermula dari sebuah usaha dagang (UD) bernama “Sri Redjeki” di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Pada 1968, usaha kecil ini mengalami pertumbuhan pesat dan mulai memproduksi kain kelantang dan celup di pabrik pertamanya di Solo.
Kemudian di tahun 1978 Sritex terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. Pada 1982, Sritex mendirikan pabrik pemintalan pertama mereka, yang menjadi batu loncatan penting dalam ekspansi perusahaan.
Pabrik tekstil yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah ini beroperasi di lahan seluas 150 hektar dengan karyawan mencapai total 25 ribu orang. Sekitar 70 persen produksinya diekspor dan 30 persen lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selanjutnya: Produsen Seragam Militer NATO dan Jerman....