TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk Badan Penerimaan Negara yang akan menangani penerimaan negara. Badan ini akan menggabungkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang saat ini berada di bawah Kementerian Keuangan. Burhanuddin Abdullah, anggota Dewan Penasihat Prabowo, menyatakan bahwa pembentukan badan ini akan dimulai pada Januari 2025.
Selain itu, Prabowo juga akan melakukan transformasi di Kementerian BUMN. Burhanuddin menekankan perlunya perubahan kelembagaan, bisnis, dan manajemen agar kontribusi BUMN dapat ditingkatkan. Transformasi ini juga akan dimulai pada Januari 2025.
Badan Penerimaan Negara tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Dalam draft awal RKP 2025 yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas, lembaga ini disebut sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara.
Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara bertujuan untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi 12 persen dari PDB pada 2025, naik dari 10,21 persen di tahun 2023.
“Peningkatan penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai rasio 10-12 persen Produk Domestik Bruto atau PDB pada 2025, dengan melakukan reformasi kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara. Ini diharapkan dapat memperbaiki rasio pajak, sehingga APBN memiliki ruang belanja yang cukup untuk pembangunan demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045," sebagaimana tertulis dalam dokumen RKP 2025, Senin, 22 April 2024.
Selain itu, RKP 2025 juga menargetkan peningkatan rasio perpajakan melalui percepatan implementasi core tax system, optimalisasi pengelolaan data berbasis risiko, interoperabilitas data, serta penyesuaian sistem perpajakan agar lebih sesuai dengan struktur ekonomi.
Pada 2025, akan diperkuat ekstensifikasi pajak dan pengawasan terhadap Wajib Pajak High Wealth Individual, seiring dengan penegakan hukum yang adil melalui optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan forensik digital.
Terakhir, insentif pajak yang lebih tepat sasaran akan diberikan untuk sektor-sektor prioritas seperti pertanian, manufaktur, pariwisata, serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
Berdasarkan informasi yang beredar dalam beberapa bulan terakhir, Badan Penerimaan Negara akan dibentuk melalui penggabungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta beberapa unit eselon II di Direktorat Jenderal Anggaran yang selama ini bertanggung jawab atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Selain itu, Badan Kebijakan Fiskal, yang selama ini bertugas sebagai perencana anggaran, juga dikabarkan akan ikut bergabung ke dalam lembaga baru ini.
Jika konsep penggabungan ini terwujud, maka struktur kelembagaan akan mengalami perubahan signifikan. Posisi Kepala Badan Penerimaan Negara akan menggantikan dua jabatan eselon I yang sebelumnya dipegang oleh DJP dan DJBC. Kepala badan ini nantinya akan dibantu oleh puluhan deputi, yang berfungsi menggantikan beberapa direktur yang sebelumnya tersebar di berbagai direktorat jenderal. Perubahan ini akan memusatkan pengelolaan penerimaan negara, baik dari pajak maupun non-pajak, di bawah satu badan yang terintegrasi.
Saat ini, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea-Cukai memiliki banyak kantor wilayah di seluruh Indonesia. Penggabungan ini diperkirakan akan merampingkan struktur organisasi di tingkat daerah, mempercepat proses administrasi, dan meningkatkan koordinasi antara berbagai unit yang terlibat dalam penerimaan negara.
MICHELLE GABRIELA I KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Presiden Jokowi Sebut IKN Kehendak Rakyat, 5 Kritik Pengamat untuk Mega Proyek Tersebut