TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan munculnya Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) menimbulkan pro dan kontra. Penolakan itu termasuk datang dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Namun dia mengatakan pengusaha atau perusahaan tak perlu khawatir akan rugi setelah UU KIA berlaku.
"Enggak usah khawatir, di Eropa maupun negara-negara lain bahkan di Asia sudah menerapkan (peraturan) itu. Tapi tidak ada perusahaan bangkrut atas penerapan UU KIA," kata Mirah dalam diskusi bertajuk "UU KIA, Kemenangan atau Kerentanan bagi Perempuan?" yang disiarkan di YouTube, Jumat, 7 Januari 2024.
Menurut dia, saat muncul UU KIA, pengusaha berpikir akan rugi karena menggaji orang yang tidak bekerja berbulan-bulan. Namun dia menyatakan, perusahaan tak perlu mengkhawatirkan hal tersebut jika aturan itu diterapkan perusahaan
Mirah menjelaskan, dalam pro dan kontra merespons KIA, antara pengusaha, buruh, dan pemerintah harus duduk bersama. Juga melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan. Kementerian yang ada di kota dan provinsi itu harus proaktif terhadap undang-undang ini. "Jangan pemerintah mengeluarkan undang-undang kemudian melepaskan tangan," kata dia.
RUU KIA Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan resmi telah disepakati supaya disahkan menjadi UU KIA pada Selasa, 4 Juni 2024 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna DPR Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024. Aturan itu mengatur tentang penyediaan fasilitas penunjang di tempat kerja dan pemberlakuan Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Mirah menjelaskan, pemerintah perlu melakukan pengawasan supaya para pengusaha patuh dengan aturan tersebut. Dia mencontohkan saat Undang-Undang Cipta Kerja muncul, pelaku usaha sangat antusias. Padahal ada isi UU Omnibus Law ini yang merugikan pekerja buruh. "Sekarang saat ada UU KIA (pengusaha protes), berapa banyak pekerja perempuan yang melahirkan, itu bisa dihitung. Jadi tidak terlalu membebani biaya perusahaan," tutur dia.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau PPPA, Indra Gunawan, mengatakan UU KIA juga mendorong berbagai kewajiban para pihak penyelenggara di pusat maupun daerah memenuhi kewajiban persediaan fasilitas penunjang dan seribu hari pertama.
"Agar perhatian terhadap ibu dan anak, terutama di seribu hari pertama ini menjadi perhatian kita bersama," kata dia. Sementara bagi bagi pelanggar UU KIA, katanya, akan diberi sanksi administratif.
Pilihan Editor: Audit BPK Temukan Indofarma Terjerat Pinjol, Berapa Potensi Kerugian yang Timbul?