TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu tak sepakat jika kendaraan listrik (EV) dianggap lebih mudah terbakar dibanding kendaraan berbahan bakar fosil (BBM).
“Pernyataan itu tidak sepenuhnya akurat dan memerlukan konteks lebih lanjut untuk dipahami secara mendalam,” kata Yannes saat dihubungi Tempo pada Selasa, 2 April 2024.
Ia menjelaskan, kendaraan berbahan bakar BBM juga mudah terbakar, bahkan dapat menyebabkan ledakan jika terjadi kecelakaan atau kebocoran. Begitupun dengan EV yang menggunakan baterai lithium ion. Baterai tersebut memiliki potensi risiko kebakaran, terutama jika terjadi kerusakan, penggunaan yang salah, atau kegagalan sistem manajemen baterai.
Berdasarkan penelitian dan data dari berbagai lembaga, seperti Fire Protection Association (NFPA) dan National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) di Amerika Serikat, insiden kebakaran pada EV cenderung lebih jarang terjadi dibanding kendaraan berbahan bakar BBM.
Namun, akan lebih sulit penanganannya jika EV terbakar. Sebab, sifat baterai lithium-ion memerlukan prosedur pemadaman kebakaran khusus.
“Jadi, secara definitif, persepsi publik seringkali terpengaruh oleh liputan media dari insiden kebakaran EV yang jarang terjadi namun dramatis tersebut,” kata Yannes.
Tahun ini diperkirakan banyak pemudik yang akan menggunakan kendaraan listrik. PT Jasa marga memperkirakan akan ada 1,8 juta kendaraan keluar dari wilayah Jabodetabek yang melewati tol Trans Jawa. Melalui anak perusahaannya, PT Jasamarga Related Business (JMRB) sudah menyiapkan 49 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di rest area.
Pilihan Editor: Besok Tol Tebing Tinggi-Indrapura Tak Lagi Gratis, Berapa Tarifnya?