"Kalau sekarang, mendadak impor. (Ketika) Indonesia mengimpor, sudah bisa membuat Malaysia dan Filipina kebakaran jenggot, karena mereka juga butuh impor," tuturnya.
Selain itu, kata Yeka, potensi harga juga dapat meningkat jika impor mendadak. "Lobi-lobinya itu bukan dadakan. Dadakan pasti akan mendongkrak harga beras. Tapi harus jangka panjang. Deal, akan beli sekian, tinggal nanti kedatangannya diatur sedemikian rupa."
Dengan demikian, Bulog punya stok untuk 5 tahun yang akan datang. Hanya saja letaknya ada di luar negeri, bukan di dalam negeri. Namun, Yeka menegaskan bahwa ketepatan waktu kedatangan impor juga perlu diperhatikan.
"Jangan sampai harga beras naik, baru datang. Jangan sampai juga pada saat musim panen raya datang. Ataupun kalau datang boleh saja, tapi jangan sampai membanjiri ke pasar," kata dia.
Menurut Yeka, seharusnya perdebatan di antara kementerian perihal Indonesia akan surplus atau impor beras tidak perlu dan mestinya dihentikan. Pasalnya, korban atas meroketnya harga beras adalah masyarakat. Sementara itu, pejabat pemerintah dengan gaji yang tinggi tetap bisa membeli beras dengan harga mahal.
Maka dari itu, Ombudsman RI meminta skema seperti ini dihentikan. Sebagai solusi, pemerintah perlu menggunakan pendekatan knowledge-based approach atau berbasis ilmu pengetahuan.
"Data historical-nya, Indonesia itu rata-rata pasti mengimpor. Oleh karena itu, buatlah perencanaan impor jangka panjang."
Pilihan Editor: Soal Kelanjutan Beri Bantuan Beras, Jokowi: Kalau APBN-nya Memungkinkan...