TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmoko Bris Witjaksono mengatakan ada isu pertanian dan subsidi perikanan belum mencapai kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada 26 Februari-2 Maret 2024 lalu.
"Ini menjadi sorotan banyak pihak," kata Djatmiko melalui konferensi pers daring pada Selasa, 5 Maret 2024.
Isu pertanian dan subsidi perikanan menurut Djatmiko sudah sempat dibahas di Konferensi Tingkat Menteri di Bali. Untuk pertanian, diharapkan menjadi stock pailing menjaga ketahanan pangan.
"Itu sudah banyak menjadi diskusi-diskusi dan perkembangan bahkan Indonesia menjadi koordinator kelompok juga menggalang anggota WTO lainnya memiliki kepentingan menjaga ketahanan pangan," ujarnya.
Menurutnya isu ketahanan pangan saat ini semakin strategis dengan dinamika perubahan iklim yang berdampak pada posisi suplai di masing-masing negara.
"Tapi di sisi lain demand tetap karena populasi manusia semakin besar, tentunya ini menjadi salah satu alasan di mana perlu ada solusi permanen yang disepakati seluruh anggota WTO," ujarnya. "Namun rupanya belum berhasil di pertanian itu ada beberapa kepentingan member yang masing-masing negara punya fokus berbeda-beda."
Dia mengklaim situasi sudah lebih baik dibandingkan pertemuan 2 tahun sebelumnya. Meski belum mencapai konsensus, sudah mulai tumbuh.
"Sekarang sudah mendapat dukungan dari 80 anggota WTO," ucapnya.
Dia berharap nantinya dalam KTM ke-14 ada angin segar untuk menyetujui hal tersebut. Soal subsidi perikanan diklaim telah mendapatkan atensi dan juga menjadi pembahasan yang dominan dalam konferensi dari KTM12 ke KTM13.
"Indonesia tentunya punya kepentingan dengan berbagai negara untuk memastikan kami memperoleh spesial different treatment khususnya untuk nelayan," ujarnya,
Djatmiko mengatakan nelayan perlu dukungan pemerintah terutama subsidi untuk kebutuhan hidup sehari-hari nelayan dianggap menjadi suatu yang sah dari kaca mata WTO.
"Tentunya kami juga mempertimbangkan geografis kami yang merupakan kepulauan. Ini adalah hal yang terus kami suarakan," ujarnya.
Negara maju juga dianggap memiliki kepentingan lain, namun soal mereka yang berlayar sampai ke batas-batas wilayah teritorial mencari sumber ikan yang lebih besar.
"Ini juga jadi sorotan banyak pihak, kami tidak ingin itu menjadi hal yang berkontribusi berkurangnya daya dukung perikanan di tingkat global," paparnya.
Dia mengatakan semua negara mempunyai tanggungjawab yang sama untuk memastikan bahwa sumber daya hayati laut menjadi tanggung jawab bersama.
DESTY LUTHFIANI
Pilihan Editor: Sri Mulyani Umumkan THR ASN Dibayar 100 Persen, Pembayaran 10 Hari Sebelum Lebaran