TEMPO.CO, Jakarta - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mendesak pemerintah untuk mengusut dugaan kejahatan perikanan di laut Arafura. Manajer Human Right DFW Indonesia, Miftahul Choir mengaku telah menerima pengaduan 5 orang awak kapal perikanan yang sebelumnya direkrut dan bekerja di kapal ikan Indonesia, KM MUS.
Miftahul mengatakan salah seorang anak buah kapal (ABK) berinisial SI direkrut oleh agen persorangan asal Pati, Jawa Tengah tanpa perjanjian kerja. "Mereka direkrut tanpa Perjanjian Kerja Laut dan KTP ditahan oleh agensi," ujarnya kepada Tempo, Rabu malam, 17 April 2024.
Ia mengatakan ABK tersebut direkrut pada Maret 2024 Modus perekrutan melalui media sosial Facebook, dengan imiing-iming bekerja di kapal ikan dengan gaji Rp 2 juta, premi Rp 500 ribu, dan pinjaman Rp 5-7 juta.
Awal April 2024, tuturnya, IS bersama 55 orang ABK berangkat dengan kapal KM MUS menuju perairan Arafura. Saat tiba di Laut Arafura, mereka bekerja memindahkan ikan dari kapal KM RZ 03 ke kapal KM MUS. KM MUS merupakan kapal collecting ikan.
Kemudian para ABK menanyakan hak mereka berupa premi dan THR yang sudah dijanjikan oleh agen perekrut tapi ditolak oleh nakhoda. Karena ketidakpastian tersebut, pada 11 April 2024, 6 orang ABK memutuskan loncat ke laut. Tercatat 5 orang selamat dan ditemukan oleh warga Pulau Panambulai dan 1 orang hilang.
Pada 15 April 2024, satu orang ABK yang hilang tersebut dilaporkan telah ditemukan oleh warga desa Koijabi dalam keadaan sudah mati. Ia adalah ABK berinisial JA berasal dari Binjai, Sumatera Utara.
Kapal Orca 6 milik Ditjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP pun telah melakukan penangkapan kapal KM MUS itu di laut Arafura atau WPP 718 pada Ahad, 14 April 2024. Penangkapan ini dilakukan karena adanya laporan masyarakat tentang indikasi praktik transshipment atau alih muatan ikan dari kapal ikan asing yaitu KM RZ 03 dan RZ 05.
Selain itu, pada saat yang bersamaan National Fishers Center (NFC) yang dikelola oleh Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia. Atas kejadian ini, Miftahul mengatakan DFW Indonesia mengaparesiasi dan mendukung langkah dan upaya KKP.
DFW menilai KKP telah cepat melakukan operasi penegakan hukum dengan menangkap KM MUS yang terindikasi melakukan kejahatan perikanan berupa transhipment ditengah laut, jual beli BBM subsidi dan perdagangan orang. Upaya repatrias atau pemulanagn sebanyak 16 otang ABK ke daerah asal merupakan tindakan kemanusiaan.
"Pemulihan hak para ABK berupa upah dan jaminan sosial mesti dijamin oleh pemerintah," ujar Miftahul.
Selanjutnya, DFW mendesak KKP dan TNI AL laut untuk melakukan sinergi dan pengejaran kepada kapal asing RZ 03 dan RZ 05. Pada kedua kapal asing tersebut, ia menduga masih terdapat ABK Indonesia.
DFW meminta aparat penegak hukum melakukan upaya penegakan hukum yang serius dengan mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana perikanan (transshipment, perdagangan BBM subsidi secara ilegal dan perbudakan) yang memakan korban warga negara Indonesia.
DFW juga meminta KKP untuk melakukan inspeksi kepada kapal ikan collecting. Sebab, DFW menduga kapal tersebut terindikasi memuat BBM bersubsidi kemudian memperdagangkan. DFW juga mendesak pemerintah melakukan pemeriksaan secara regular kepada kondisi kerja dan kelengkapan kerja awak kapal perikanan.
Pilihan Editor: Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional