TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar, melaporkan penerimaan di sektor kepabeanan dan cukai per Maret 2024 telah mencapai 21,5 persen dari target, yakni sebesar Rp 69 triliun. Namun, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga mencatat penurunan 4,5 persen dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp 72,2 triliun.
Encep mengatakan, penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya penerimaan bea masuk dan cukai. "Penerimaan bea masuk turun akibat penurunan rata-rata tarif efektif turun, karena pemanfaatan free trade agreement (FTA) dan penurunan bea masuk dari komoditas utama," katanya dalam keterangan resmi pada Selasa, 30 April 2024.
Sementara itu, penerimaan cukai turun karena penurunan produksi barang kena cukai, terutama hasil tembakau. Hal ini sejalan dengan kebijakan pengendalian konsumsi.
Penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp 11,8 triliun atau tercapai 20,6 persen dari target. Namun, turun 3,8 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Kemudian, penerimaan cukai tercatat sebesar Rp 53 triliun atau tercapai 21,5 persen dari target. Namun, realisasi penerimaan cukai minus 6,9 persen yoy.
Di sisi lain, DJBC mencatat peningkatan bea keluar pada kuartal I ini. Angka penerimaan bea keluar sebesar Rp 4,2 triliun atau tercapai 23,7 persen dari target.
"Tercatat ada peningkatan di penerimaan bea keluar sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah, seperti relaksasi ekspor," ujar Encep.
Meski terjadi pelambatan pada realisasi penerimaan bea masuk dan cukai, kata dia DJBC tetap berupaya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai. Dengan tujuan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat terus menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia.
"Bea Cukai pun akan terus mengoptimalkan kinerja fasilitasi industri dan pengawasan untuk menjamin stabilitas ekonomi."
Per kuartal I 2024, DJBC telah menggelontorkan insentif kepabeanan sebesar Rp 7,6 triliun. Atas insentif ini, kawasan berikat telah memberikan dampak nilai ekspor sebesar USD 22,6 miliar dan nilai investasi USD 912,8 juta per Maret 2024.
Kawasan Berikat merupakan tempat menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean untuk diolah atau digabungkan sebelum ekspor-impor untuk dipakai.
Untuk kinerja pengawasan, DJBC telah melakukan penindakan kepabeanan dan cukai hingga 7.959 penindakan. Adapun nilai barang hasil penindakan tersebut mencapai Rp 2,4 triliun dengan komoditas utama berupa hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol, narkotika, psikotropika dan prekusor, hingga obat dan tekstil.
Per triwulan I 2024, pendapatan negara dalam APBN telah tercapai 22,1 persen dari target, yakni Rp 620,01 triliun. Namun, nominalnya menurun sebesar 4,1 persen yoy.
Sementara, belanja negara dalam APBN terealisasi 18,4 persen dari pagu, yaitu Rp 611,9 triliun. Angkanya tumbuh sebesar 18 persen yoy. Adapun surplus APBN dilaporkan sebesar Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen produk domestik bruto (PDB).
Encep menambahkan, direktoratnya akan mengoptimalkan peran dalam APBN. Baik di sisi penerimaan, fasilitasi industri, maupun dari segi pengawasan.
"Kami juga berterima kasih atas partisipasi aktif dan kontribusi masyarakat dalam menjaga kinerja baik APBN. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan Indonesia dapat melanjutkan pembangunan, meskipun tantangan semakin tidak mudah ke depannya."
Pilihan Editor: Jokowi dan Bos Microsoft Bahas Investasi Besar di Bidang Kecerdasan Buatan