TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap sejumlah permasalahan nelayan masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, khususnya dalam konteks pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan. Hal itu disampaikan dalam rangka memperingati Hari Nelayan Nasional pada 6 April 2024.
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, menyebut pasa dasarnya perlindungan nelayan sudah diatur Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.
"Akan tetapi mandat dari UU 7/2016 tersebut masih belum sepenuhnya dijalankan dan kondisi nelayan kecil saat ini dalam kondisi terancam akibat perampasan ruang hidup," kata Susan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 6 April 2024.
Susan juga menyebut bahwa regulasi itu juga belum melindungi perempuan yang bekerja sebagai nelayan. "Saat ini terdapat 3,9 juta jiwa perempuan nelayan yang belum mendapatkan pengakuan atas profesi sebagai nelayan dari pemerintah," ujarnya.
Susan menilai, sejumlah kebijakan pemerintah justru tak mendukung kesejahteraan nelayan, salah satunya seperti pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa di pesisir utara Jawa, khususnya Teluk Jakarta dan juga di Jawa Tengah.
Menurut Susan, Giant Sea Wall ini akan menyebabkan sejumlah masalah, yaitu menimbun laut yang akan merampas ruang tangkap nelayan kecil, penambangan pasir laut, hingga perusakan ekosistem laut. Dia juga menyinggung bahwa presiden yang terpilih saat ini, Prabowo Subianto, justru gencar terlibat dalam rencana proyek itu.
Selanjutnya: Secara khusus, Susan menyoroti penambangan pasir laut....