TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengumumkan bahwa Publisher Rights sebentar lagi akan disahkan pemerintah. Ini merupakan kebijakan afirmatif pemerintah dalam melindungi industri pers nasional dari dampak disrupsi digital.
"Langkah ini diperlukan untuk memastikan disrupsi digital tidak menggerus keberlangsungan pelaku industri, namun justru menguatkan," ujar Budi melalui keterangan resminya yang dikutip pada Selasa, 20 Februari 2024.
Sebelumnya Budi Arie sudah membocorkan bahwa Publisher Rights yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tersebut akan segera disahkan saat menjadi pembicara kunci dalam "Konvensi Nasional Media Massa" memperingati Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta, Senin, 19 Februari 2024. Menurut Budi, Perpres tersebut untuk mendorong level playing field yang sama di digital. Publisher Rights berusaha untuk menginisiasi kerja sama antara perusahaan pers dan platform digital yang dilandasi oleh kejelasan hukum.
"Insyaallah sebentar lagi kita akan menyambut disahkannya regulasi ini oleh Bapak Presiden Republik Indonesia," imbuhnya.
Budi turut mengingatkan bahwa setelah pengesahan, akan ada masa transisi selama enam bulan. Ia mendorong agar selama periode tersebut, komite dan proses bisnis yang terkait dapat segera terbentuk.
"Saya merasa enam bulan bukan waktu yang lama, sehingga harus betul-betul bekerja cepat dan tepat," kata Budi.
Lebih lanjut, Budi mendorong industri pers nasional untuk tidak hanya menerima regulasi ini sebagai langkah perlindungan, tetapi juga sebagai peluang untuk berinovasi. Ia berharap, industri pers akan mampu menciptakan langkah-langkah inovatif yang dapat mengoptimalkan masa depannya.
"Saya yakin bahwa spirit ini akan menghadirkan masa depan industri pers yang penuh dengan optimisme, industri pers yang agile dan adaptif, industri pers yang berkualitas dan berkelanjutan.” lanjutnya.
Dikutip dari situs Dewan Pers, terdapat tiga poin utama dalam R-Perpres Publisher Rights. Pertama untuk mengkodifikasi praktik kerja sama yang sudah ada. Kedua, mendorong interaksi antara platform digital dengan perusahaan pers secara lebih berimbang. Terakhir, memberikan kesempatan perusahaan pers terlepas dari skala usahanya untuk dapat meningkatkan kerja sama dengan platform digital. Namun demikian, Budi tidak menjelaskan lebih detail isi terbaru Publisher Right yang akan terbit.
Publisher Rights berencana menerapkan designation clause seperti yang terdapat dalam Media Bargaining Code di Australia, yaitu platform seperti Google wajib membayar setiap tautan berita yang diklik dari mesin pencari Google. Beberapa rencana klausul lain juga menimbulkan polemik.
Google Indonesia sempat merespons rancangan Perpres ini pada 25 Juli 2023. Google menegaskan bahwa pihaknya tidak akan lagi menayangkan konten berita di platformnya jika klausul dalam Perpres diterapkan. Hal serupa juga pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada. Jika Google benar-benar melakukan itu, maka platform mesin pencari Google tidak akan menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia. Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media berpotensi kehilangan miliaran rupiah pendapatan. Namun sebaliknya, Google juga akan berpotensi kehilangan pengunjung karena konten yang mereka sediakan berkurang, imbas dari absennya penerbit media di mesin pencari mereka.
ADINDA JASMINE PRASETYO
Pilihan Editor: Mirae Asset: Lebih Cepat Pemilu Rampung, Iklim Investasi akan Lebih Positif