TEMPO.CO, Jakarta - Prajogo Pangestu adalah salah satu pengusaha dan konglomerat Indonesia yang masuk ke dalam daftar orang terkaya di Tanah Air. Ia berhasil menduduki peringkat ke-4 taipan tertajir di Tanah Air, mengalahkan Sri Prakash Lohia, menurut Forbes Real Time Billionaires. Per 20 Oktober 2023, dia memiliki total kekayaan US$ 14,9 miliar atau sekitar Rp 236 triliun (asumsi kurs Rp 15.840 per dolar AS).
Harta kekayaan Prajogo Pangestu tersebut terus meroket dibanding periode sebelumnya, yakni September 2023. Berdasarkan peringkat Forbes, pada 11 September 2023 total kekayaan Prajogo adalah US$ 8,6 miliar atau sekitar Rp 136 triliun.
Bos Barito Pacific ini juga termasuk pengusaha yang berinvestasi dalam proyek pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara. Dia menjadi anggota konsorsium Agung Sedayu Group (AGS) yang dipimpin langsung oleh Sugianto Kusuma alias Aguan, pendiri sekaligus bos Agung Sedayu.
Lantas, bagaimana profil Prajogo Pangestu yang jadi orang terkaya keempat di Indonesia? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Profil Singkat Prajogo Pangestu
Konglomerat yang satu ini lahir pada 13 Mei 1944 di Bengkayang, Kalimantan Barat. Dia adalah seorang pengusaha perkayuan terbesar di Indonesia sebelum krisis ekonomi pada 1997. Meski begitu, Prajogo Pangestu berhasil mempertahankan usahanya dan menjadi salah satu orang tertajir di Tanah Air.
Melansir dari Forbes, Prajogo Pangestu adalah putra dari seorang pedagang karet. Dia bahkan mengawali kariernya sebagai sopir angkutan kota (angkot) di kampung halamannya, Kalimantan Barat. Dia sempat mengadu nasib di ibu kota, Jakarta. Sayangnya, dia tidak berhasil dan memilih untuk pulang ke rumah orangtuanya.
Suatu hari, pada tahun 1965, pemilik nama Tionghoa Phang Djoen Phen ini bertemu dengan seorang pengusaha kayu dari Malaysia. Dia adalah Bong Sun On atau Burhan Uray yang merupakan bos dan pemilik dari perusahaan kayu Djajanti Timber Group.
Kemudian pada 1969, Prajogo pun mulai bekerja di PT Djajanti Group untuk mengelola Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kalimantan Tengah. Meski hanya lulusan sekolah menengah pertama, Prajogo tidak pernah menyurutkan langkahnya untuk terus berusaha. Dengan ketekunannya, beberapa tahun setelah bekerja di Djajanti Group, Prajogo pun diangkat menjadi General Manager (GM) di Plywood Nusantara.
Berbekal pengalaman kerjanya di perusahaan kayu, suami dari Herlina Tjandinegara tersebut memutuskan untuk membuka bisnis sendiri. Dia mendirikan sebuah perusahaan yang menjadi cikal bakal Barito Pacific pada akhir 1980-an.
Pada 1993, perusahaan kayu milik Prajogo Pangestu tersebut pun akhirnya go public dengan nama Barito Pacific Timber. Tahun berjalan, Prajogo mulai mengurangi bisnis kayunya pada 2007 silam dan mengganti nama perusahaan menjadi Barito Pacific.
Di tahun yang sama, Barito Pacific mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia, Chandra Asri. Kemudian pada 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Prajogo juga meluaskan bisnisnya ke industri batu bara melalui perusahaan Petrindo Jaya Kreasi yang melantai di bursa saham pada Maret 2023. Setelah itu, Prajogo juga mencatatkan saham di perusahaan energi terbarukan Barito Renewables Energy pada Oktober 2023.
Selanjutnya: Riwayat kerja Prajogo Pangestu...