TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengungkapkan dari pendanaan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$ 20 miliar, setengahnya berupa commercial loan atau pinjaman komersial. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, buka suara atas hal ini.
"Kalau commercial loan itu berarti komitmen dari negara maju tidak membantu, tetapi justru menjual utang. Nah, ini yang mestinya pemerintah menolak," ungkap Fahmy saat dihubungi Tempo, Rabu, 28 Juni 2023.
Dia menuturkan jika menggunakan commercial loan akan terlalu berat dan menambah beban utang negara yang sudah terlalu besar.
Oleh sebab itu, dia menilai pemerintah sebaiknya tidak mengambil tawaran commercial loan tersebut, tapi hanya mengambil hibah atau grant. Adapun untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan, seperti pemensiunan PLTU, bisa mengundang investor-investor lain.
Meski begitu, menurut Fahmy jika commercial loan memiliki bunga di bawah international rate yang berlaku, perlu dipertimbangkan. "Selama ini juga, pinjaman-pinjaman yang berlaku untuk pembangunan itu kan bunganya di bawah tingkat suku bunga yang berlaku," beber Fahmy.
Oleh karena itu, dia pun menyarankan menolak commercial loan jika bunganya sama dengan tingkat suku bunga dunia.
Lebih jauh, dia tak mengungkapkan besaran bunga commercial loan pada umumnya. Sebab angkanya fluktuatif, tergantung yang berlaku masing-masing negara.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, sebelumnya mengatakan pemerintah terus memperjuangkan pencairan dana JETP senilai US$ 20 miliar (sekitar Rp 300 triliun) yang disepakati dalam KTT G20 pada November 2022.
Dia menjelaskan tidak semua dana JETP itu merupakan dana hibah. Angka hibah hanya US$ 160 juta (sekitar Rp 2,39 triliun).
"PA roughly sekitar segitu juga. Nanti yang pasti, US$ 10 miliar (sekitar Rp 150 triliun) itu commercial loan (pinjaman komersial)," ujar Dadan ketika ditemui wartawan di Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023.
Namun, bunga pinjaman tersebut belum disepakati. Dia juga menjelaskan dana JETP sebesar US$ 20 miliar tidak langsung cair ke Indonesia semuanya. "Harus dipahami bahwa dana ini bukan datang dari IPG, dibawa masuk ke Indonesia," ujar Dadan.
Dana JETP, ujar dia, bisa dicairkan bertahap. Misalnya, dana hibah via Jerman disalurkan lewat Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Sementara dana hibah dari Jepang bisa melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
AMELIA RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Skema Pinjaman di JETP Lebih Dominan, Ekonom: Jadi Beban Baru Keuangan Negara