TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas buka suara soal pembukaan kembali ekspor pasir laut. Ia mengaku tak ikut dalam pembahasan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Zulkifli Hasan mengklaim dulu, di era Presiden Megawati, dia paling menentang ekspor pasir laut.
"Saya paling menentang, dulu Presiden Megawati melarang itu. Sekarang pasir kok bisa (ekspor) itu saya enggak paham," tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang disaksikan secara virtual pada Selasa, 6 Juni 2023.
Ekspor pasir laut sempat dihentikan di era pemerintahan Presiden Megawati. Kini, setelah 20 tahun dilarang, izin ekspor pasir laut kembali dibuka oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Zulkifli Hasan berulang kali menegaskan dirinya tak ikut dalam diskusi pembahasan mengenai izin ekspor laut. Dia mengaku sudah memastikan pada Sekretariat Kabinet bahwa kebijakan itu adalah inisiatif Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sebagai Menteri Perdagangan, kata dia, mau tidak mau dia harus mengikuti PP tersebut. "Kalau sudah putusan yang tentu saya sebagai menteri kan harus ikut, kan gitu. Betul-betul saya enggak tahu. Pasir ini saya anggap Tanah Air," kata dia.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Jokowi menerbitkan PP Nomor 26 Tahun 2023 pada 15 Mei lalu. Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Berdasarkan pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. Pemerintah mengizinkan ekspor pasir laut sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padahal, Indonesia menghentikan ekspor pasir laut sejak Februari 2002 untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil. Khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berdalih pembukaan kembali ekspor pasir laut itu tidak akan merusak ekosistem alam maupun kehidupan masyarakat pesisir. “Sekarang boleh, tapi pakai sedimentasi," ujar Trenggono dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat pada Rabu, 30 November 2023.
Pilihan Editor: Profil PT INKA, Perusahaan BUMN yang Bakal Disuntik PMN Rp 3 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini