TEMPO.CO, Jakarta - Gerai waralaba, J.Co, tengah menjadi sorotan warganet di media sosial. Masalah ini bermula ketika ada sebuah akun TikTok yang merasa dicurangi dengan teknik penjualan upselling yang dilakukan oleh salah satu karyawan J.Co di cabang Graha Cijantung.
Awalnya, konsumen ingin membeli selusin donat seharga Rp 124 ribu. Namun, karyawan tersebut menawarkan produk donat mini dengan harga Rp 148 ribu. Lantas, sebenarnya apa itu teknik upselling? Dan apa perbedaannya dengan cross-selling dan pemasaran (marketing) biasa?
Apa itu Upselling?
Mengutip publikasi journal.binadarma.ac.id, upselling merupakan strategi penjualan dengan menawarkan produk yang sama dengan nilai jual lebih tinggi yang memberikan tambahan kompensasi manfaat bagi konsumen. Kegiatan itu diklaim sebagai upaya untuk meningkatkan loyalitas pelanggan dan memperoleh keuntungan dengan mengarahkan pelanggan untuk membeli produk lebih mahal.
Dilansir dari shopify.com, beberapa orang mungkin akan merasa tertipu karena membeli barang yang tidak direncanakan sebelumnya. Namun, sesungguhnya teknik upselling bersifat kuat dan sah-sah saja. Pelanggan akan didorong untuk berbelanja atau menukar lebih banyak uang dengan produk versi premium atau yang telah di-upgrade.
Upselling mengarah pada metode dalam meyakinkan pelanggan untuk rela merogoh kantong lebih dalam supaya mendapatkan produk dengan kualitas yang meningkat. Misalnya, pengusaha yang menjalankan bisnis penjualan komputer, mereka akan merekomendasikan pelanggan untuk membawa pulang laptop dengan spesifikasi di atas kelas menengah menggunakan embel-embel kata ‘terbaik’.